Perhatikan Produk Bernilai Budaya Tinggi

JAKARTA, KOMPAS.com, Jumat, 23 Desember 2011 – Deputi Sekretaris Eksekutif Nasional Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil, MA Firdaus, meminta pemerintah agar memperhatikan produk-produk yang bernilai budaya tinggi. Pasalnya, selama ini produk tersebut dinilai Firdaus tidak mendapatkan prioritas perlidungan pemerintah.

 Hal ini disampaikan Firdaus dalam diskusi “Catatan Akhir Tahun 2011” yang diselenggarakan oleh Indonesia for Global Justice, di Jakarta, Kamis (22/12/2011). “Akses pasar dan pengembangan produk, misalnya, seperti tak terurus dan diserahkan melalui mekanisme pasar,” terang Firdaus.

Kalaupun ada perhatian dari pemerintah, kata dia, biasanya hanya sekadar janji menjelang pemilihan umum. Setelah pemilu usai, janji pun dilupakan. Alhasil, para perajin yang kebanyakan perempuan seperti perajin kain tenun lokal di Kalimantan Barat dan batik pewarna alam lokal di Jawa Tengah pun berjuang sendirian.

Kondisi ini pun diperburuk dengan hadirnya perjanjian global seperi ASEAN-China FTA. Keberadaan perjanjian perdagangan bebas tersebut dinilai Firdaus menyengsarakan rakyat karena pemerintah tidak memperbaiki sistem ekonomi berbiaya tinggi, seperti masalah perizinan atau administrasi. Alhasil, kain tenun Nusa Tenggara pun kalah saing dengan tenun China. Bahkan batik lokal pun tersisih dengan batik China di mana harganya lebih murah.

Seharusnya, sebut Firdaus, budaya ini digali dan dieksplorasi pemerintah sebagai aset negara. “Pengabaian kontribusi UMKM dan pemberdayaan yang tidak tulus kepadanya menyimpan kerentanan masyarakat untuk jatuh kepada kemiskinan,” ucap dia.