Perempuan Dan Politik: Suatu Analisa Kritis

Refleksi:
Bagaimana kita menilai perjuangan gerakan perempuan dan politik di Indonesia saat ini? Apakah transisi demokrasi di Indonesia akan membawa kemajuan bagi perjuangan gerakan perempuan dan politik atau justru transisi demokrasi justru akan meminggirkan perjuangan gerakan perempuan dari cita-cita yang ingin dicapai?

Jika kita melakukan refleksi memperbandingkan keadaan pada saat ini dengan situasi 15 atau 20 tahun yang lalu, ada kemajuan dari gerakan perempuan di Indonesia. Dari sisi kuantitas, kita menyaksikan lebih banyak organisasi yang bekerja untuk isi ini dibandingkan dengan 10 atau 15 tahun lalu. Dari sisi keberagaman isu yang diperjuangkan juga terdapat banyak kemajuan dibandingkan dengan situasi sebelumnya. Kita misalnya bisa menyaksikan organisasi-organisasi tersebut bergerak dari isu ekonomi, politik, hokum, atau isu-isu sosial yang cakupannya makin luas yang menyangkut pula persoalan yang dihadapi perempuan lansia, penyandang cacat dst. Keanggotaannya pun beragam yang lintas budaya, lintas kelas, lintas kepentingan, lintas usia.

Ada pula pergeseran dari platform gerakan. Dimasa lalu, banyak dari organisasi perempuan ini berjalan sendiri-sendiri, dan cenderung eksklusif dalam artian enggan untuk bermain di wilayah politik. Tidak ada sinergi vertical dan horizontal antara gerakan ini dengan gerakan pro demokrasi lain untuk satu platform bersama menciptakan masyarakat yang lebih berkeadilan, sejahtera dan demokratis.

Kini paling tidak koalisi di antara organisasi-organisasi tersebut dapat dibangun untuk memperjuangkan isu bersama yang menyatukan dan bisa mengikat mereka. Misalnya, kuota perempuan, gerakan suara ibu peduli, koalisi untuk konstitusi baru dst. Dalam koalisi mereka dapat menyatukan berbagai elemen perempuan dari dalam dan luar politik.

Refleksi yang sama bisa dilakukan oleh ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil) yang merupakan salah satu organisasi perempuan yang besar dan penting dan saat ini telah berhasil memfasilitasi lahirnya organisasi perempuan di tingkat basis (JARPUK). Sampai saat ini, telah tercantum 62 JARPUK di 5 wilayah (18 propinsi), 62 kabupaten/kota, 221 kecamatan, 478 desa dengan jumlah anggota keseluruhan tidak kurang dari 198.000 orang yang tergabung dalam 1.326 Kelompok Perempuan Usaha Kecil. Perkembangan ini begitu mengesankan, apalagi jika kita mengamati betapa penting agenda yang diperjuangkannya yang meliputi bantuan bagi pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis perempuan serta menyuarakan kepentingan bersama kelompok perempuan di tingkat akar rumput.

Yang sangat menarik dan menggembirakan, ASPPUK saat ini juga telah melebarkan agenda perjuangan di bidang politik dan bersama-sama banyak organisasi masyarakat dan organisasi perempuan lintas agama, lintas kelas, lintas partai yang berada di dalam dan di luar struktur politik untuk perjuangan bersama dalam memperjuangkan agenda-agenda strategis perempuan pada level kebijakan nasional.

Kami menyaksikan dengan seksama, bahwa JARPUK tingkat propinsi DKI Jakarta adalah termasuk yang organisasi yang telah mempelopori terbangunnya akad politik di antara caleg dari berbagai parpol dengan konstituennya. ASPPUK menyadari mampu menembus kendala-kendala struktural, sehingga dirasa perlu untuk membangun front bersama JARPUK di tingkat nasional bagi upaya untuk bisa secara strategis mendesakkan agenda-agenda ekonomi kerakyatan pada level kebijakan nasional.

Tantangan ke depan yang akan dihadapi organisasi perempuan dan gerakan perempuan di Indonesia ke depan diyakini akan semakin kompleks. Isu politik dan dampak dari globalisasi adalah masalah penting yang semakin hari semakin mendesak untuk ditangani. Dari sisi pengorganisasian, tuntutan profesionalisme organisasi, masalah administrative, penggalangan dana adalah sebagian masalah yang masih harus dibenahi oleh organisasi-organisasi perempuan.

Lima tahun setelah reformasi, ada kemajuan dan kekalahan dari upaya demokratisasi di Indonesia yang sampai sekarang masih berjalan tertatih-tatih. Persoalan penegakan HAM (Law enforcement), KKN, kekerasan yang meningkat dan berkurangnya rasa aman serta strategi ekonomi yang belum mencerminkan kesetaraan, dan keadilan sosial adalah sebagian dari persoalan yang belum terlihat mengalami kemajuan. Selain itu, lemahnya kepemimpinan bangsa, munculnya benih-benih neo-otoritarianisme baru adalah ancaman terhadap proses demokratisasi yang dalam perjalanannya jika tidak diawasi akan dapat kembali ke arah otoritarianisme.

Keberhasilan atau capaian positif yang mungkin bisa dicatat setelah lima tahun reformasi adalah, media yang lebih terbuka, peran militer yang semakin berkurang, desentralisasi dan otonomi daerah, serta tumbuhnya masyarakat sipil yang semakin dinamis (buruh-tani, perempuan, masyarakat adat) dan tumbuhnya semangat kemajemukan dan keberagaman Indonesia.

Organisasi perempuan dan gerakan perempuan di Indonesia dalam perjalanan ke depan, akan sangat dipengaruhi oleh berbagai persoalan yang telah dikemukakan di atas, yaitu isu-isu politik serta dampak dari globalisasi terhadap perempuan dan kelompok marjinal lainnya. Bagaimana dampak globalisasi terhadap perempuan akan berpengaruh besar mengenai bagaimana pemberdayaan perempuan di negara berkembang harus dilakukan dalam menghadapi rejim pasar bebas yang didominasi negara maju.

Globalisasi:
Globalisasi kapital, melalui perusahaan multinasional dan lembaga keuangan internasional (bank dunia, IMF, ADB) yang dikuasai negara kaya, dampaknya sangat terasa di negara berkembang. Pengerukan sebanyak-banyaknya sumber alam tanpa ada keinginan untuk memperbaiki dan mengembalikannya serta menjadikan manusia sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan untuk menghasilkan uang membawa dampak yang sangat buruk bagi kondisi perempuan dan anak. Situasi ini juga kita hadapi di Indonesia. Globalisasi yang dimotori kapital internasional bergerak makin cepat keliling dunia mencari pasar paling murah, paling besar dan keuntungan terbesar. Akibatnya adalah daftar panjang masalah. Ketimpangan keuntungan antara negara maju dan negara miskin, perdagangan perempuan dan anak-anak hingga muncul gerakan agama dan kebudayaan yang konservatif dengan tafsiran agama yang patriarchal dan penciptaan baru kebudayaan yang “kuno” yang memperkuat kekuasaan patriarchal. Semua proses ini punya dimensi Jender dan mengakibatkan ketidaksetaraan Jender. Akumulasi kapital ini dibangun atas kerja keras dan eksploitasi perempuan.

Respon terhadap globalisasi yang dilakukan oleh negara di Asia termasuk Indonesia, dilakukan dengan berbagai cara. Kebijakan pomotongan terhadap anggaran pelayanan sosial semakin meningkatkan jumlah penduduk yang miskin, sakit, dan bodoh. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Kita di Indonesia sangat merasakan dampak globalisasi dalam kehindupan sehari-hari. Biaya sekolah yang makin mahal, karena atas nama kompetisi bebas, subsidi pendidikan adalah kebijakan yang sangat tidak menguntungkan. Begitu juga halnya biaya hidup yang terus meningkat tinggi dan harga kebutuhan pokok yang semakin tidak terjangkau.

Atas nama pasar bebas, tidak boleh lagi ada proteksi, tidak boleh lagi ada kawasan yang tertutup untuk bisnis dan perdagangan internasional. Akibatnya produk asing membanjiri pasar domestik mulai dari buah impor, beras impor, gula impor dst. Perusahaan besar (MNC) pun masuk membawa modal besar dan menggeser serta mematikan perusahaan nasional dan perusahaan kecil dan menjarah semua sektor mulai dari retail, perbankan, pendidikan, kesehatan, makanan, minuman, dst. Mereka yang tidak bisa berkompetisi tersingkir, akibatnya adalah daftar panjang pengangguran dan perusahaan yang gulung tikar yang beritanya kita dengar dan saksikan setiap hari di media massa dan dalam kehidupan sehari-hari.

Politik:
Tumbangnya rejim otoriter, tidak selalu menjadikan eksistensi gerakan perempuan makin menemukan posisinya secara strategis di dalam dunia politik formal (parlemen-pemerintah) maupun dalam upaya mempengaruhi kebijakan. Mereka harus berjuang terus menerus menuntut untuk menggapai representasi politik yang adil dalam pengambilan keputusan, kontrol dan akses yang sama untuk menikmati alokasi sumber daya ekonomi, serta sosialisasi tanpa henti kampanye kesadaran Jender untuk memperluas wacana keadilan dan kesetaraan, harus terus dilakukan. Demokrasi tidak selalu menjamin isu jender terakomodir secara memadai. Diperlukan kesadaran jender yang kuat, dan isu strategis yang harus selalu disuarakan untuk menjamin terciptanya paradigma jender dalam proses demokratisasi.

Gerakan perempuan mempunyai peran signifikan bagi tumbuhnya demokrasi yang inklusif dan partisipatoris. Demokrasi di Indonesia, seharusnya tidak hanya sarana bagi terwujudnya kedaulatan rakyat, tetapi adalah upaya untuk menjamin kesetaraan politik dan keadilan bagi seluruh warga termasuk kelompok marginal dan minoritas.

Melihat persoalan yang dihadapi Indonesia, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pengambilan keputusan politik menjadi suatu hal yang sangat penting dan krusial bagaimana persiapan itu harus disikapi dan diambil jalan keluarnya.

Kebijakan dan keputusan politik yang mengabaikan suara perempuan, kebutuhan perempuan akan berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat mulai dari skala individual sampai tingkat yang paling makro.

Pertanyaan menarik yang harus diajukan dalam konteks ini dalam pertemuan yang sangat penting hari ini adalah apakah isu-isu strategis perempuan yang hendak diperjuangkan sebagai agenda politik dalam level pengambilan keputusan di tingkat nasional? Yang diperlukan adalah analisa yang cermat terhadap isu tersebut dan bagaimana mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan tersebut?

Dalam konsteks diskusi kita, barangkali isu pemberdayaan ekonomi menjadi persoalan yang sangat krusial. Dalam isu besar pemberdayaan ekonomi, jika kita menganalisanya dalam skala mikro sampai makro, kita bisa mulai tercakup bagaimana kita dapat merumuskan strategi pemberdayaan ekonomi perempuan, bagaimana dalam strategi tersebut mencakup juga penyediaan sarana dan prasarana (infrastruktur dan institusionalisasi) bagi program pemberdayaan perempuan, jenis-jenis program ekonomi yang dapat dikembangkan seperti industri rumah tangga, usaha kecil dan menengah dimana perempuan banyak berperan (practical Jender interest). Selanjutnya bagaimana dapat diciptakan jejaring kerja sama ekonomi di antara kaum perempuan yang berada pada masyarakat yang kurang mampu yang dilakukan secara berkesinambungan dan menghubungkannya dengan penciptaan kesempatan kerja di berbagai bidang industri dalam sektor ekonomi ritel yang bisa memperluas kesempatan bagi perempuan. Proses transformasi dari kebutuhan praktis menjadi kebutuhan strategis.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana strategi yang harus dilakukan/intervensi yang harus dilakukan sehingga isu-isu tersebut dapat diperjuangkan dalam level pengambilan keputusan di tingkat nasional? Disini kita harus melakukan analisa institusional yang menganalisa dimana persinggungan antara perekonomian di tingkat rumah tangga – commune – market – state dan lingkungan eksternal (pengaruh globalisasi dan kapitalisme). Aturan main dalam artian kebijakan politik dan aturan hokum yang berperan dalam proses itu. Kepentingan strategis yang telah dirumuskan harus dapat ditransformasikan menjadi agenda politik. Ini artinya dibutuhkan suara yang nyaring yang dapat diteriakkan sehingga agenda politik tersebut bisa menjadi kebijakan. Kita menyaksikan bersama bahwa perubahan itu membutuhkan kerja keras kita bersama dan tidak semudah membalik telapak tangan.

Ini adalah pengantar dari diskusi kita, semoga dapat menjadi renungan dan muncul pemikiran kritis yang dapat menjadi amunisi untuk perjuangan ke depan.