PUK dan layanan publik (Sebuah cerita pendampingan LSM-ASPPUK)

“ Keterlibatan pada setiap kegiatan advokasi bersama masyarakat, tidak lagi homogen. Mereka telah menyatu dalam kelompok, yang mereka namai sebagai kelompok diskusi lokal. Dalam kelompok itu, membaur organ-organ karang taruna, koperasi, organisasi keagamaan, petani, guru-guru, mahasiswa, tokoh-tokoh, dan elemen masyarakat lain yang peduli. Mereka bahu membahu demi sebuah tujuan.

Sepenggal cerita tentang kelompok-kelompok diskusi yang awalnya dikembangkan oleh sekelompok perempuan usaha (baca:Perempuan usaha kecil/PUK), kini berkembang menjadi forum-forum integritas dimana mereka tinggal. Kehadiran mereka pada awalnya tidak diacuhkan, namun kini mulai dikenal luas di masyarakat, dan diperhitungkan pihak pemerintah. Cerita ini mengemuka pada sebuah kegiatan TOT “ Strategi Mempengaruhi Kebijakan Pelayanan Publik Pendidikan, Kesehatan Dan Admindok (Administrasi dan dokumentasi)”  yang berlangsung di Bogor 28-30 Mei 2013.

Ada banyak cerita yang menarik untuk dibagikan. Acara tot itu dihadiri oleh sejumlah aktivis LSM-ASPPUK, dan kader-kader (PUK) penggerak forum-forum integritas asal Jatinom (Klaten), Pontianak Timur, Banda Aceh, Kabanjahe (Karo). Mereka juga merupakan pelaku program penguatan integritas dan akuntabilitas yang telah berjalan  kurang lebih 2 tahun yang lalu.

Bukan sekedar isu usaha

PUK merupakan salah satu status sosial yang hidup di antara kelompok-kelompok lain yang ada di masyarakat. Mereka ikut berjuang tidak hanya memerjuangkan isu-isu yang terkait dengan usaha dagang. Mereka ikut memikirkan karut marutnya layanan pendidikan, kesehatan, dan admindok di masyarakatnya. Masalah pendidikan (dasar), kesehatan dan sejumlah layanan publik adalah cerminan sebuah hak-hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah.

Seperti cerita layanan pendidikan di Klaten. Biaya pendidikan semakin mahal, meskipun sudah ada dana bos. Biaya untuk anak SMA saja berkisar 2 – 3 juta. Masyarakat masih dipusingkan dengan uang seragam dan uang sumbangan. Situasi ini membuat masyarakat miskin di Klaten keberatan, dalam banyak hal  mereka sulit untuk dapat menyediakan uang yang cukup besar dalam waktu cepat.  

Melihat masalah-masalah ini, forum integritas Jatinom Klaten melakukan aksi dengar pendapat dengan DPRD. Aktivitas ini dilakukan hingga 5 x dalam setahun. Cara cerdik lain yang mereka lakukan adalah dengan membuat pos-pos pengaduan pendidikan di tingkat  kecamatan. Cara ini ternyata cukup efektif dalam membantu masyarakat menyampaikan keluhan-keluhan.

Di Banda Aceh, kelompok-kelompok perempuan mulai berfikir kritis, diantaranya mereka melakukan aktivitas menghitung pola pengeluaran keluarga. Ternyata pengeluaran untuk membeli rokok, melebihi kebutuhan pokok rumah tangga, padahal pendapatan mereka kecil.  Tidak heran jika ada cerita di Banda Aceh orang mampu untuk beli rokok sampai tiga bungkus sehari, namun untuk beli kopi ngutang. Dari pengetahuannya ini, forum integritas mendorong, jika terdapat program bantuan pemerintah diberikan kepada para istri.

Di Desa Oelpuah, Kupang. Kelompok-kelompok perempuan mulai tumbuh jiwa  kerelawanan dan solidaritas sosial. Banyak kasus yang selesai karena aktivitas kumpul-kumpul bersama mereka. Pada suatu ketika, ada seorang ibu yg meninggal saat melahirkan, kemudian seluruh ibu-ibu di kampung melakukan aksi protes ke kecamatan. Semenjak aksi protes itu, pihak kecamatan  mulai melibatkan  forum integritas ini dalam setiap musrembangcam.

Pada bidang kesehatan, di Desa Oelpuah forum integritas ini juga telah memasukkan isu kesehatan pada musrembangcam, seperti peningkatan insentif kader posyandu  yang  pada mulanya Rp. 15 rb/bln,  sekarang  Rp. 20 rb/bln. Juga masalah air bersih di Desa Noelbaki, dulu aksesnya jauh kini telah terjangkau. Dana bos juga tidak lepas dari perhatian, kini mulai transparan pengelolaannya. Terkait masalah pembangunan rumah juga diusulkan, kini pembangunan rumah tumbuh untuk perempuan desa di Oelpuh juga  telah disetujui pihak pemerintah.

Cerita lain dari peserta forum integritas Pontianak Timur. Di Pontianak Timur, kelompok perempuan menyuarakan beberapa persoalaan terkait layanan masyarakat. Di antaranya terkait jampersal, jamkesmas, dan Bantuan operasional sekolah (BOK), program penuntasan anak putus sekolah, dan program-program pemberdayaan ekonomi pemerintah. Juga kelompok perempuan ini telah melebur kedalam forum integritas yang aktif mendorong Pontianak Timur sebagai kawasan wisata, khususnya di Desa Beting.

Forum integritas Kabanjahe Karo juga telah berbuat banyak hal. Di Desa Kandibata, Karo, forum integritas mendorong tersedianya air bersih, ada system pengairan pertanian yang baik, dan pemberantasan hama.  Ada juga usulan perbaikan jalan ke akses-akses lahan pertanian.

Gambaran cerita keberhasilan PUK dan elemen masyarakat lokal ini menunjukkan betapa perempuan mempunyai andil yang cukup berarti dalam upaya mengontrol pemerintahan lokal mereka. Meskipun masih dalam cakupan kelompok-kelompok kecil. Mereka telah berjuang dalam mendapatkan hak-hak mereka yang tidak saja diseputar isu usaha. Mereka juga berjuang bersama kelompok yang lain untuk mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan untuk anak-anak,  bahkan isu perumahan.

Menjahit kekuatan lain

Sejumlah aktivitas forum integritas, berkumpul, berdikusi, membaur dengan elemen kelompok masyarakat lain, ingin mendapatkan layanan public yang baik memiliki kesamaan dengan fenomena Urban League di US. Seperti yang dituturkan oleh Joe Fernandes, salah seorang nara sumber TOT kebijakan publik. Urban League adalah sebuah organisasi hak-hak sipil nonpartisan yang berbasis di New York  yang menganjurkan atas nama orang Amerika Afrika dan melawan diskriminasi rasial di Amerika Serikat. Joe sedikit menyamakan kegiatan membentuk forum-forum sosial di masyarakat dan hidup terus berkembang dan kemudian mampu mengontrol pemerintah lokal, khususnya pada layanan publik. Kelompok-kelompok ini telah memiliki  jiwa kerelawanan, namun perbedaannya urban league telah ada bantuan hukum dan misi untuk mendapatkan pelayanan publik. Mereka juga telah terbangun dana operasional, serta kerelawan. Di samping itu masyarakat dalam posisi memperkuat urban league.

Beberapa hal yang perlu terus diperjuangkan oleh forum-forum integritas tersebut adalah masih perlunya pengakuan, baik di masyarakat maupun pemerintah. Forum-forum itu juga masih terus berjuang bergandengan tangan dengan semua elemen di masyarakat. Mereka juga butuh berteman dengan orang-orang di pemerintahan, kalangan legislatif, serta stakeholder lain yang masih mempunyai integritas dan akuntabel. Demikian juga mereka membutuhkan relasi yang erat dengan komunitas media yang selama ini masih ampuh sebagai corong publik dalam melakukan advokasi. (Ditulis Oleh: Darmanto, Koordinator Litbang Dan ICT, ASPPUK)