Ngusir Corona Melalui Ubah Pola Konsumsi Pangan

Oleh : Mh. Firdhaus

Virus Corana terkenal “Covid-19” kini momok dunia. Di Indonesia saja, jumlah korbanya merangkak. Hingga tulisan disusun, ilmuwan medis belum menemukan obat penyembuh. Ahli gizi dan dokter dalam negri menyarankan penduduk mengkonsumsi bahan pangan organik lokal — kebanyakan bahan jamu dan obat — sebagai penguat daya tahan tubuh. Diantaranya; jahe merah, kunyit, temu lawak, asem jawa, empon-empon, dan lainnya. Bahkan Presiden Jokowi mencontohkan dirinya.

“Saya biasanya tiap hari minum itu, temulawak, jahe, sereh, kunyit, saya campur, saya minum hanya pagi. Sekarang karena ada Corona saya minumnya pagi, siang, malam,”, ungkap Jokowi di pembukaan The 2nd Asian Agriculture & Food Forum di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (detik.com, 13/3/2020). Bahan pangan dan obat tersebut booming seketika. Hukum bisnis berlaku. Pasar memuncak, harga melonjak.

Sejatinya, varian bahan pangan dan obat lokal nan organik di Indonesia sebagai imunitas tubuh tidak hanya jahe merah, kunyit, temu lawak, sereh. Kehati 2019, mencatat setidaknya 77 jenis 77 jenis sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 77 jenis buah-buahan, 75 jenis sayur-sayuran, dan 26 jenis rempah dan bumbu. Tak ayal VOC — organisasi dagang Belanda — ratusan tahun silam mencari rempah dan bahan obatan ke Hindia Belanda (nama Indonesia kala itu).

Sayangnya, berbagai sebab — termasuk politik-ekonomi negara –, berdampak kepada pola pangan sebagian besar penduduk cenderung “monolitik”, yaitu ke arah produksi. Hanya segelintir jenis bahan dan komoditas pangan yang di dorong (pemerintah dan swasta) dikembangkan sebagai pangan nasional. Dampaknya pola pangan condong diproduksi masal dengan teknik kimiawi (dan pola transgenic), serta nir berkelanjutan. Akibatnya produk pangan kurang beraneka ragam. Ahli gizi mewanti-wanti kondisi ini berkorelasi terhadap penyakit tidak menular terkait “dietary risk” berakibat resiko kematian dan kecacatan. Kini, untuk penyakit menular, berbagai bahan diatas menjadi “peyanggah” imunitas terhadap penyakit menular seperti Covid-19.

Paradigma harus dirubah.

Kelimpahan bahan baku Indonesia harus disesuaikan dengan pola konsumsi yang berlanjutan.

Yaitu suatu cara pandang bagaimana produksi, pemasaran dan distribusi pola pangan yang selama ini berorentasi pengisian perut untuk konsumen secara masal dan miskin muatan nilai, dirubah menjadi ke tujuan pangan sebagai pemenuhan gizi dan kesehatan. Artinya, pangan menjadi amunisi kecukupan kebutuhan gizi tubuh manusia. Pangan langsung menjadi “obat” alami yang bervisi kesehatan badan manusia guna berumur panjang serta berkelanjutan.

Keragaman dan keanekaragaman menjadi aspek penting. Bila selama ini, pola pangan pokok dikenal hanya padi, jagung dan kedelai, saatnya dikembangkan ke model pangan kaya gizi dan nutrisi. Sorgum, Jewawut, Jelai, talas, sagu, umbi-umbian, tengkawang, madu hutan, gula aren, dsb, contoh pangan yang kaya gizi dari pelosok negri.

Dengan pola konsumsi berkelanjutan, daya immun tubuh rakyat kuat. Tahan terhadap berbagai pnyakit menular dan degenerative. Virus Corona yang kini menyerang tubuh lemah daya immun, lari terbirit-birit dari tubuh sehat, karena aneka pangan kaya kandungan gizi dan nutrisi. Saatnya pola konsumsi pangan berkelanjutan demi menangkal aneka penyakit yang disebabkan virus. Hayo mulai dari sekarang….