Manfaat Menjadi Laki-laki Pro Feminis

Oleh : MH Firdaus (Staf Ahli ASPPUK)

Dwi Sutjatmiko namanya. Ia warga Gunung Kidul, Yogyakarta. “Dalam rumah tangga saya sudah berbagi peran dengan pasangan. Kebetulan rumah saya disampung jalan raya. Saat saya menjemur pakaian setiap pagi, tetangga sering mengejek. Hei pak Jatmiko, sibuk amat. PRT nya kemana?

Saya jawab, sedang pulang ke kampung. Itu tak seberapa.Yang memberatkan adalah penolakan orang tua saat saya berbagi tugas dengan pasangan di rumah”, ungkap Dwi Sutjatmiko di webinar “Pembelajaran dari Komunitas: Pelibatan Laki-laki untuk Kesetaraan Gender di Wilayah Tengah Indonesia”, 11 Nopember 2020. Menurut Jatmiko, biasa disapa, awalnya berat menghadapi cibiran tetangga, keluarga besar, namun ia dan pasangan teguh dengan sikapnya. Ia berpendapat aktifitas istri dan suami di rumah dan publik sama-sama mulia.

Penerapan nilai kesetaraan dan keadilan gender itulah yang diyakini Jatmiko dan istri dalam kehidupan. Setiap hari, khalayak melihat praktek hidupnya. Untungnya, Pak Jatmiko memliki warung kelontong samping rumah. Sehingga bila warga penasaran dan bertanya saat belanja di warung, Jatmiko dan istri menjawab ramah. Lama-kelamaan warung menjadi media ngobrol warga. Merasa senasib, beberapa laki-laki berani curhat kondisinya.

Di masyarakat Jawa umumnya, laki-laki distereotipkan harus kuat, menjadi pemimpin keluarga, tabu merasa lemah dihadapan perempuan dan anak, dan penghasilannya lebih tinggi dari pasangan. Bila kondisi laki-laki tak sesuai harapan, masyarakat sulit menerima. Dari obrolan di warung saat ngopi, ada kelompok pria yang tak nyaman dengan kondisi itu, dan ingin berubah demi menciptakan kesetaraan sehingga saling membantu dengan istri.

Namun tak tahu caranya. Perlahan Jatmiko membincangkan cara-cara hidup yang adil bersama pasangan. Kehidupan hamonis bermula dari cara pandang. Suami istri wajib mempunyai perspektif adil-gender, kilahnya. Akhirnya, beberapa pasangan tertarik ikut “kelas ayah” dimana Jatmiko mengampunya.

Merubah pakem maskulinitas di masyarakat butuh perjuangan. Ini laksana perjuangan “kebudayaan” laki-laki dan perempuan. Kisah Jatmiko mungkin dirasakan pria yang ingin merubah kondisi. Biasanya hal itu terjadi, setelah sang pria melihat praktek laki-laki lain. Proses dialog dan dukungan pasangan mempercepat perubahan.

Pengalamanku saat ngobrol dengan pasangan (suami dan istri) di workshop “Meningkatkan Peran Serta Keluarga Untuk Mewujudkan Keharmonisan Keluarga”, di kantor kelurahan Mekarsari, kec. Neglasari, Kota Tanggerang, 26 Agustus 2018, juga mirip. Awalnya peserta suami enggan berkomentar. Saat saya jelaskan dengan contoh dan berbagai keuntungan yang didapat keluarga, perlahan suami membuka diri. Dorongan pasangan (dari istri) menjadi kunci. Kehidupan ini saling melengkapi. Semua berbagi sesuai situasi dan kapabilitasnya.

Survey IMAGES (International Mane and Gender Equalitiy Survey) menyatakan bahwa keterlibatan laki-laki (khususnya di kesehatan reproduksi) berdampak positif bagi kehidupan keluarga.

Diantara manfaatnya; keterlibatan laki-laki (pasangannya) mengurangi stress perempuan saat persalinan, meningkatkan kesejahteraan laki-laki, meningkatkan penghasilan pasangan perempuan, mengurangi kekerasan dan meningkatkan pencapaian pembelajaran anak. Kesimpulannya saat laki-laki sebagai partner istri berfungsi sebagai “pengasuh” dan tidak bertindak kekerasan, memberi manfaat tidak hanya bagi istri dan anak namun bagi dirinya.

Prof. Sindung Haryanto, dosen Universitas Lampung, dalam “Engaging Men: Results of the MenCare+ Gender Justice program in Indonesia” (Journal of Men’s Studies 2018, Vol. 26(1)), mempertegas dengan menyatakan keterlibatan laki-laki dalam mendorong keadilan gender berdampak positif bagi kehidupan.

Penelitianya dari program mancare plus di Lampung, Yogyakarta, dan Jawa Tengah, menghasilkan, pertama, tumbuhnya kesadaran kesetaraan dan keadilan gender sebagai kebiasaan. Kedua, tingkat keharmonisan dan kehidupan biologis membaik. Ketiga, peningkatan keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan anak. Keempat, pemahaman kesehatan reproduksi khususnya bagi anak muda meningkat. Kelima, penurunan tingkat kekerasan dalam rumah tangga.

Manfaat keterlibatan laki-laki dalam urusan pekerjaan rumah tangga menarik diulas. Ini mengingat kuatnya paham patriarkhi di masyarakat yang menempatkan domestik area perempuan (istri). Suami dan istri perlu menata ulang perlahan pemahaman hubungan yang tak adil gender.

Dalam penelitian, “MEN EXPERIENCES OF VIOLENCE AGAINST WOMEN IN INDONESIA (And How We Can Begin To Prevent It), dilakukan UN-Women, UNFPA, dkk, 2015, terungkap bahwa saat pemahaman maskulinitas laki-laki belum berubah kearah “adil gender”, maka kekerasan terhadap perempuan berulang.

Dekonstruksi paham maskulinitas wajib dilakukan pada laki-laki. Pengalaman Jatmiko dan praktek lain memperlihatkan fleksibilitas peran gender antara laki-laki dan perempuan mendorong keadilan dan kesetaraan gender. Laki-laki pro kesetaraan dan perempuan yang sadar gender “lahan subur” terciptanya kehidupan yang setara dan adil gender.

Meski begitu, perlu disadari bahwa konsep pelibatan laki-laki diadaptasi sebagi salah satu strategi guna memastikan bahwa konsep ini bukan cara baru memperbesar privilege (keistimewaan) dan kuasa laki-laki terhadap perempuan (dan anak perempuan). Melainkan hal ini menjadi bagian integral akumulasi sumberdaya untuk mencapai tujuan dalam pemberdayaan perempuan. Strateginya dengan membangun aliansi dan jaringan berbagai pihak terutama di wilayah yang konstruksi patriarkinya kuat.

Perlu disadari bahwa gerakan laki-laki dalam mendorong keadilan gender, dikenal “pria pro feminis”, dipahami sebagai satu aspek yang ingin mengikis budaya patriarkhi yang berakar kuat di masyarakat. Strateginya dengan membangkitkan praktek baik yang pernah ada di daerah tertentu tentang kegiatan yg adil gender. Sehingga masyarakat menyadarinya. Terakhir, praktek pelibatan laki-laki harus menjadi bagian program pemberdayaan perempuan. Bukan praktek tersendiri. Semoga gerakan laki-laki penyeru keadilan dan kesetaraan gender makin meluas. Demi Indonesia yang beradab….

Source : Artikel ini sudah tayang di letstalk.com dan Kompasiana dengan judul yang sama,