Terimbas Krisis Iklim, Begini Strategi Bertahan Masyarakat Adat Warungbanten

Ilustrasi hutan Adat Ki Bujangga atau dikenal dengan sebutan “Dungus Ki Bujangga” yang terletak di Wilayah Adat Kaolotan Cibadak, Desa Warungbanten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten yang telah didaftarkan menjadi Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM). Foto :  jkpp.org.

JAKARTA, ASPPUK, Perwakilan masyarakat adat Desa Warungbanten, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Ruhandi menyampaikan masyarakat adat saat ini terimbas krisis iklim.

Untuk mengatasi hal itu, pihaknya menggalakkan gerakan bertani dan beternak.”Sewaktu menjabat kepala desa, saya mencoba membuat satu gebrakan, bagaiimana masyarakat bisa sadar untuk bertani dan beternak,” kata Ruhadi ketika menjadi narasumber  pada sesi diskusi “Perempuan dan Iklim”  yang digagas Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) yang juga didukung oleh  Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro (ASPPUK)  di Jakarta beberapa waktu lalu.

Selain diperhadapkan pada krisis iklim, sektor pertanian di Indonesia termasuk di Lebak, Banten juga diperhadapkan melambatnya regenerasi petani, akibatnya petani kini didominasi kalangan tua, ini akan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan.

Ruhadi mengungkapkan dalam beberapa tahun terakhir, meskipun masyarakat adat memiliki tradisi bertani, yakni padi huma dan sawah serta beternak, ternyata tidak banyak anak muda yang menggemari kegiatan tersebut.

“Kondisi tersebut menyebabkan banyak lahan pertanian di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten terlantar. Sebagian malah ditumbuhi tanaman liar yang tidak bermanfaat. Akibatnya, jumlah petani menjadi berkurang,”bebernya.

Ancaman berikutnya adalah kehadiran tambang emas. “Yang belajar sejarah mungkin tahu tentang Antam. Emas Antam Cikotok, itu wilayah kami,” ujarnya.

Akibatnya, dalam waktu singkat, pertambangan emas mulai merambah di sejumlah lokasi yang mengakibatkan ruang hidup masyarakat adat terganggu. Beberapa perusahaan bahkan silih berganti datang menawarkan sejumlah uang agar bisa menambang di wilayah adat.

“Pada posisi itu dalam hati saya, jangan sampai kita terlena,” kata Ruhandi.

Lumbung Pangan

Kearifan lingkungan yang dimiliki masyarakat adat Desa Warungbanten, Kabupaten Lebak terutama dalam membuat lumpung pangan, menjadi bagian dari strategi bertahan masyarakat setempat ketika terjadi kriris iklim dan pangan.

Ruhadi menuturkan masyarakat adat di wilayahnya secara turun temurun diajarkan untuk membuat lumbung. Lumbung yang dimaksud bukan milik desa, namun milik pribadi sebagai tempat menyimpan padi dan hasil bumi lainnya.

“Itu sebabnya jika terjadi krisis, selama 1 – 2 tahun, kami masih bisa bertahan, karena di kami itu padi gak boleh dijual tetapi disimpan,” katanya.

Tidak hanya itu, Ruhandi juga menggalakkan gerakan literasi di masyarakat dan melakukan pemetaan partisipatif untuk memastikan lokasi-lokasi seperti lahan pertanian, mata air, sungai dan lain sebagainya tetap terjaga dengan baik.

Terakhir, Ruhandi menggagas hadirnya komunitas petani muda yang saat ini sedang berjalan. “Mimpi kami itu, bisa bikin pasar sendiri, pupuk sendiri dan nanam serta harus ada koperasi juga. Itu yang akan kami lakukan,” tandasnya (Jekson Simanjutak/Wan).