Kuasai Cabang Produksi untuk Kemakmuran Rakyat

Sumber: YLBHI

Jakarta- Perlakuan sama tidak bisa diberikan kepada pihak-pihak yang secara faktual memiliki kedudukan, kekuatan, akses, dan modal yang berbeda secara ekonomi. Hal itu sama dengan pelanggaran hak asasi manusia. Karenanya cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Saksi ahli Jayadi Damanik dan Salamudin Daeng, serta Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) Patra M. Zen mengemukakan hal itu dalam sidang uji materiil UU 25/2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (5/12). Ketiganya membedah apakah UUPM bersemangat untuk memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Daeng menjelaskan investasi, termasuk investasi asing, di Indonesia saat ini sudah bertumpuk-tumpuk. Ia mencontohkan total lahan yang dipakai untuk investasi di bidang migas per 2005 mencapai 95 juta hektar. Angka ini bertambah 44 juta hektar berdasarkan data 2006.

“Kebanyakan investasi asing. Akibatnya, harga minyak itu tidak pernah bisa kita (Indonesia) yang mengatur. Bisa dibilang terjadi perampokan atas kekayaan migas kita,” kata Daeng. Di sisi lain, menurut Daeng, sektor investasi migas hanya menyerap 1% dari total tenaga kerja di Indonesia.

Ia menegaskan migas merupakan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Konsumsi BBM di Indonesia per 2005 saja mencapai 72%.

Pada bagian lain, Daeng menyodorkan data tentang contract production sharing antara pemerintah dan PT Caltex yang dinilainya memberatkan nan merugikan. Ia mencontohkan tentang biaya cost recovery dari kegiatan eksplorasi yang harus ditanggung pemerintah mencapai Rp 500 triliun.

“Cost recovery itu untuk membayar berbagai biaya. Biaya operasional, kapital, non-kapital, administrasi, kantor, dan sebagainya,” kata dia.

Dengan kata lain, tegasnya, negara dalam hal ini pemerintah tidak bisa mengontrol pengelolaan kekayaan migas Indonesia.

Sementara itu, saksi ahli Ichsanuddin Noorsy mengatakan ketentuan tentang cabang produksi yang terbuka dan tertutup merupakan salah satu hal yang membahayakan dari UUPM, selain tentang repatriasi modal dan jaminan hak penguasaan tanah oleh pemodal yang mencapai waktu 90 tahun.

Menurut Noorsy, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak seharusnya dikuasai negara untuk dikelola demi kemakmuran rakyat. Cabang-cabang itu antara lain energi dan migas, keuangan, air, dan sejenisnya.

Ketentuan tentang cabang produksi yang terbuka dan tertutup, sebagai aturan pelaksanaan dari UUPM, termuat dalam Peraturan Presiden 77/2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Penanaman Modal.

Dalam Lampiran II tentang bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal tercantum antara lain bidang usaha jasa pengeboran minyak dan gas bumi di lepas pantai di luar kawasan Indonesia Timur dengan batasan kepemilikan modal asing mencapai maksimal 95%.

Selain itu, jasa pengeboran minyak dan gas bumi di darat (95%), jasa pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas migas (95%), jasa engineering procurement construction (95%), pembangkit tenaga listrik (95%), transmisi tenaga listrik (95%), konsultasi ketenagalistrikan (95%), pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan (95%), pemeliharaan dan operasi peralatan ketenagalistrikan (95%), pengembangan teknologi peralatan penyediaan tenaga listrik (95%), distribusi tenaga listrik (95%), pembangkit listrik tenaga nuklir (95%).

Dalam uji materiil UUPM yang diajukan oleh pemohon (Daipin dkk) yang dikuasakan kepada YLBHI, ada enam pasal dalam UUPM yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pasal-pasal tersebut yaitu, pasal 1 ayat 1, pasal 4 ayat 2 huruf a, pasal 8 ayat 1 dan 3, pasal 12 ayat 1 dan 3, pasal 21, pasal 22 ayat 1 dan 2.

Selain YLBHI, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) juga mengajukan permohonan uji materiil UUPM ke MK. Pada persidangan 20 November 2007 lalu, PBHI menghadirkan saksi ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir. Sementara saksi ahli yang diajukan oleh pemerintah antara lain Bungaran Saragih, Faisal Basri, Asril Noer, Ismail Suny, Felix E. Soebagyo, dan Kurnia Toha. (Aka/BP-YLBHI)

Pasal-Pasal UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang Diujimateriilkan oleh YLBHI

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

Pasal 4
(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah: a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional

Pasal 8
(1) Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (3) Penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, antara lain terhadap: a. modal; b. keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lain; c. dana yang diperlukan untuk: 1. pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi, atau barang jadi; atau 2. penggantian barang modal dalam rangka melindungi kelangsungan hidup penanaman modal; d. tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal; e. dana untuk pembayaran kembali pinjaman; f. royalti atau biaya yang harus dibayar; g. pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal; h. hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal; i. kompensasi atas kerugian; j. kompensasi atas pengambilalihan; k. pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual; dan l. hasil penjualan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 12
(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya

Pasal 21
Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:

a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan c. fasilitas perizinan impor.

Pasal 22
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:

a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;

b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan

c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.

(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:

a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing. 

b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan.

c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;

d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan

e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

UUD 1945
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33.

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat     hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Sumber : bp, 5 Desember 2007
Entry by : bp 5/Dec/2007