Kegagalan adalah Sukses yang Tertunda

 “Apakah saya seorang wanita yang tegar?” Itulah kalimat yang sering muncul didalam hati saya. Karena dalam merintis usaha, saya selalu menghadapi banyak tantangan baik usaha pribadi maupun usaha bersama. Pada tahun 2008 saya memulai usaha berjualan kue, seperti kroket, bakwan, bubur, serta mie rebus dan goreng yang saya buat sendiri.

Akan tetapi usaha saya tersebut tidak berjalan lancar. Ini disebabkan beberapa alasan. Pertama, lokasi tempat saya berjualan berada pada tempat yang tidak strategis. Kedua, ada banyak orang yang menjual makanan yang sama seperti yang saya buat. Ketiga dan yang terpenting adalah karena saya bisa tidak mengelola usaha secara profesional.

Akhirnya saya mengambil keputusan untuk berhenti jualan kue. Tapi semangat saya untuk mempunyai usaha tetap ada. Saya berpikir keras, kira-kira usaha apa yang cocok dengan kemampuan saya dan bisa saya kembangkan. Selain itu juga punya peluang baik untuk bisa meningkatkan perekonomian keluarga.
Saat saya mengalami kegagalan itu, suatu mukjizat tak disangka datang. Ketika saya membeli bubur nasi di Pasar Tebas, banyak orang yang begitu menikmati  sate kulit sapi yang enak jika disantap dengan bubur nasi. Akhirnya saya ikut mencobanya. Dari situlah timbul keinginan saya untuk mencoba membuat  sate kulit sapi.

Kulit sapi yang ada di desa tempat saya tinggal belum diolah menjadi makanan siap saji yang siap dijual, terutama dibuat sate. Kalau membuat bumbu sate saya sudah bisa, tetapi bagaimana mengolah kulit sapi untuk bisa menjadi sate itu yang belum. Saya harus bisa menemukan cara mengolah kulit sapi basah menjadi kulit sapi yang siap dibuat sate. Saya mulai mencari informasi mulai dimana saya bisa mendapatkan kulit sapi basah, bagaimana cara mengolahnya, dan bagaimana membuatnya menjadi sate kulit sapi yang enak dan lezat.

Saya tinggal di Desa Sungai Kelambu kecamatan Tebas kabupaten Sambas. Jarak tempuh dari desa Sungai Kelambu ke ibu kota Kecamatan Tebas sekitar 7 km, kalau di tempuh dengan kendaraan roda dua hanya 15 menit. Di Desa Sungai Kelambu tidak ada tempat pemotongan hewan, artinya tidak ada bahan baku kulit sapi basah untuk bisa saya beli dan olah. Kemudian saya pergi ke tempat penjualan daging sapi yang ada di pasar Tebas. Nah disitu saya bertemu Haji Tomi, penjual daging sapi.

Selain menjual daging sapi, Haji Tomi adalah seorang guru Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) di Desa Serindang, Kecamatan Tebas. Umurnya sekitar 40 tahun, penampilannya rapi, dan benar-benar menunjukkan  sikap seorang pendidik. Caranya menghadapi pelanggan membuat saya menaruh simpati dan harapan besar untuk bekerjasama dengannya. Karena mungkin hanya dia yang bisa menyediakan kulit sapi basah sebagai bahan utama usaha saya.

Akhirnya saya dan Haji Tomi membuat kesepakatan. Saya akan membeli kulit sapi hanya kepada dia dan dia akan menjamin bahwa kesediaan bahan baku akan tetap ada. Walaupun dia tidak memotong sapi, dia akan berusaha mencarinya ke pemotong sapi yang lain. Paling penting, Haji Tomi akan mengantarkan kulit sapi yang saya butuhkan langsung ke rumah saya. Ia tidak keberatan karena tempatnya mengajar searah dengan rumah saya.

Selain menyediakan bahan baku, Haji Tomi juga mengajarkan kepada saya cara pengolahan kulit sapi basah. Kulit sapi yang akan dibuat sate harus diolah sedemikian rupa hingga kulit sapi itu menjadi lebih bersih, tidak berbau, tahan lama, dan berasa empuk.Untuk bumbu sate, saya membuatnya dengan resep yang saya dapat dari mamak saya. Bumbu sate yang dibuat mamak terkenal kelezatannya. Dari situlah saya langsung mencoba membuat sate kulit sapi.

Mulanya saya hanya membuat sebanyak 50 tusuk sate, yang kemudian saya titipkan pada sebuah warung yang berjualan bubur nasi, lontong, nasi kuning, dan bubur sop mie milik Suryan. Saya berharap setiap orang yang makan disitu akan tertarik untuk mencoba mencicipi sate kulit sapi milik saya. Ternyata harapan saya benar-benar terwujud. Hanya dalam waktu 1 jam, 50 tusuk sate habis terjual. Saya langsung menerima uang hasil penjualan sate dan Suryan meminta saya untuk membuat dan menambah jumlah produksi sate saya. Alangkah senangnya hati ini.

Usaha yang baru saja saya geluti ini ternyata mempunyai potensi besar untuk berkembang. Saya menitipkan sate di warung-warung yang dekat dengan pusat keramaian, juga dekat dengan lokasi sekolah seperti SDN No 24, SMP N 3 Tebas, dan SMU N 2 Tebas. Lebih penting lagi, saya adalah satu-satunya pembuat dan penjual sate kulit sapi di Desa Sungai Kelambu.

Ketika saya mulai berjualan sate kulit sapi, saya baru memproduksi dalam skala kecil yaitu dalam tahap percobaan dengan modal membeli kulit sapi basah 1 kg dengan harga Rp 10.000,-. Dari 1 kg kulit sapi, bisa menghasilkan 200 tusuk sate. Harga satu tusuk sate Rp 400, setelah dipotong oleh pemilik warung. Setelah dikurangi dengan biaya produksi (kulit sapi, bumbu, bahan bakar, biaya transportasi, dan upah) saya masih bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 39.000,-.
Permintaan semakin bertambah ketika usaha sate kulit sapi sudah banyak diminati oleh masyarakat Sungai Kelambu dan ke desa-desa sekitar.

Salah seorang pelanggan tetap sate kulit sapi buatan saya adalah Kepala Desa Sungai Kelambu, N Deny, umurnya 32 tahun. Dia juga banyak mendukung kegiatan Perempuan Usaha Kecil di daerahnya. Selain itu dia selalu mau bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat seperti Gemawan (Lembaga Pengembangan Masyarakat Sipil Swadaya dan Mandiri) yang melakukan kegiatan pendampingan  di Kabupaten Sambas. Saat ini setiap harinya saya memproduksi sate sebanyak 400 tusuk, ini berarti bahwa omzet yang saya peroleh per hari meningkat dari semula Rp 39.000,- meningkat menjadi Rp 86.000,-.

Dalam kehidupan sehari-hari, saya bukan saja pelaku usaha tapi juga aktif dalam organisasi di pemerintahan desa. Salah satunya di menjadi pengurus di Badan Permusyawaratan Desa (BPD), pengurus Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), ketua Kelompok Wanita Tani (KWT), dan BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim), kader Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) di tingkat desa.

Selain itu, saat ini saya adalah Koordinator Kelompok Perempuan Bougenville yang beranggotakan 30 PUK (Perempuan Usaha Kecil) yang didampingi oleh Lembaga Gemawan. Mereka yang aktif di Gemawan ini dengan senang hati dan rela meluangkan waktunya untuk mendampingi PUK yang ada di Kabupaten Sambas, termasuk salah satunya ialah Desa Sungai Kelambu. Sedang saya sendiri biasanya didampingi oleh Siti Rahmawati, Sari Rayani, dan Muslimah yang umurnya berkisar tiga puluh tahunan.

Dari kawan-kawan Gemawan ini saya banyak mendapat motivasi untuk terus mengembangkan usaha, kelompok, dan kapasitas diri. Juga kemampuan dalam berbicara didepan forum, kemampuan menganalisa persoalan yang biasa timbul didalam masyarakat, dan persoalan-persoalan sekitar pengembangn usaha kecil, terutama usaha yang digeluti oleh Perempuan. Misalnya di Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pengembangan Desa), saya selalu menyatakan pendapat saya mengenai masalah-masalah organisasi kelompok perempuan, salah satu yang paling saya ingat adalah anggaran dana Posyandu. Sebelumnya hanya berjumlah Rp 420.000,- per tahun berupa makanan tambahan bayi setiap 3 bulan sekali dan insentif kader selama setahun. Lalu saya mengusulkan harus ada peningkatan anggaran dana Posyandu. Usulan tersebut ditanggapi positif oleh Kepala Desa Sungai Kelambu. Pada semester kedua, alokasi dana desa untuk Posyandu sudah meningkat menjadi Rp 900.000,- per tahun

Lalu dari Lembaga Gemawan ada pelatihan-pelatihan yang saya ikuti. Seperti penyadaran gender, kesehatan reproduksi, pelatihan legal drafting, illegal loging, HIV/AIDS, Perencanaan Bisnis, pembukuan, kemasan/packaging, pelatihan advokasi untuk perempuan, dan lain-lainnya.
Kemampuan saya dalam upaya untuk melakukan lobi/advokasi baik di tingkat desa maupun kabupaten semakin meningkat. Saya sebagai kader Posyandu pernah meminta kepada kepala desa untuk menambah anggaran untuk kegiatan Posyandu. Lalu di lain waktu mengajukan dana untuk orang yang sudah lanjut usia (lansia), agar setiap bulannya bisa memperoleh pelayanan kesehatan gratis.

Tahun 2010 PKK sudah tidak lagi aktif. Padahal saya mempunyai keinginan untuk berkeguarab disitu lagi karena anggaran untuk PKK sudah ada di dalam ADD (Alokasi Dana Desa). Saya pun mencoba mengajukan ke kepala desa. Ternyata saya mendapatkan dukungan penuh dari kepala desa, bahkan kepala desa meminta pendapat dan dukungan saya. Sampai saat ini PKK sudah mulai aktif kembali, dan saya dipercaya menjadi ketua Pokja (Kelompok Kerja) Bidang Pengembangan Ekonomi dan Koperasi.

Saya sering mendengar keluhan dan masukan dari anggota kelompok tentang kondisi keuangan rumah tangganya. Hal ini membuat saya berpikir keras untuk mengembangkan usaha baru yang mungkin bisa membantu perekonomian keluarga anggota kelompok. Alasan untuk melakukan pengembangan usaha makin kuat ketika saya mendengar pernyataan yang dibuat oleh konsultan bisnis yaitu Bapak Hatta SM saat konsolidasi ASPPUK wilayah. Ia mengatakan bahwa dalam melakukan kegiatan usaha, kita boleh melakukan ‘selingkuh usaha’. Artinya kita harus berani mencoba peluang usaha baru. Jika usaha yang satu gagal, masih ada usaha yang lain. Jika usaha yang baru juga berhasil seperti usaha sebelumnya, maka saling mendukung.

Berdasarkan hal-hal tersebut, skhirnya saya memutuskan untuk membuat Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Bougenvile. Kelompok ini  membuat bumbu olahan untuk bahan dasar pembuatan bubur pedas, yang merupakan  makanan khas Kabupaten Sambas.Bahan-bahan dan cara memasaknya sebagai berikut. Beras 1 kg dan kelapa yang sudah diparut 1 kg diberi ketumbar ½ ons, lada hitam 2 sendok makan, dan jintan manis 1 sendok makan. Beras tersebut sebelumnya direndam selama 30 menit lalu tiriskan. Setelah agak kering baru disangrai sampai berwarna kecoklatan. Kemudian masukkan kelapa, ketumbar, lada hitam, jintan manis, dan disangrai sampai berwarna coklat lalu dihaluskan.

Sedangkan untuk bumbu basahnya terdiri dari bawang putih dan merah, terasi, kunyit, lengkuas, serai, daun salam, daun kunyit. Paling penting adalah daun kesum. Karena daun kesum inilah yang membuat cita rasa bubur pedas menjadi khas. Saya merasakan beberapa manfaat dari usaha pembuatan bumbu bubur pedas ini. Selain meningkatkan pendapatan anggota kelompok juga melestarikan makanan khas dan produk unggulan khusus Kabupaten Sambas. Pada tahun 2008 melalui Lembaga Gemawan saya diajak ke Pontianak untuk mengikuti pembentukan pengurus JarPUK mewakili Kabupaten Sambas. Saya terpilih sebagai pengurus JarPUK Sambas. Disitulah saya mengenal ASPPUK. Banyak manfaat yang saya dapatkan melalui kegiatan ASPPUK. Utamanya untuk mengembangkan usaha, baik usaha pribadi maupun usaha bersama.

Saya mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh ASPPUK seperti pelatihan pembukuan, workshop database, dan pelatihan menjahit. Selain pelatihan, ASPPUK juga melakukan Konsolidasi I yang dilaksanakan di Pontianak pada bulan Februari 2009 di Wisma Tanjung Ria Pontianak. Sedang Konsolidasi II di laksanakan pada bulan Februari tahun 2010 di Wisma Tanjung Ria Pontianak, dan yang terakhir Konsolidasi III pada bulan Juli 2011 di laksanakan di Asrama Haji Pontianak
Sekarang ini saya sudah mulai melakukan survei pasar untuk pemasaran produk saya dan usaha bersama. Kalau dilihat dari omzet khususnya untuk usaha bersama sudah ada peningkatan walaupun nominalnya masih relatif kecil. Sebelum bergabung dengan JarPUK, omzet yang kami dapatkan sebesar Rp 500.000,- dalam 3 kali produksi selama 1 bulan. Tapi sekarang kelompok usaha bersama sudah bisa memproduksi dalam jumlah cukup banyak. Apalagi jika ada permintaan dari dinas-dinas seperti Dinas Pertanian, Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Dinas Kesehatan. Bahkan di saat ada pameran kami sebagai PUK selalu dilibatkan untuk memperkenalkan produk yang kami buat. Ini berpengaruh pada peningkatan  laba bersih yang diperoleh, yang mencapai Rp 1.000.000,- per bulan.

Tentu saja ada kendala-kendala yang dihadapi. Misalnya, kemasan produk yang  belum terlalu baik, belum mendapatkan ijin PIRT, serta pemasaran produk yang masih terbatas di lingkungan Kabupaten Sambas.Untuk kemajuan usaha kelompok bersama, saya mulai melakukan upaya pendekatan dan mempromosikan produk unggulan usaha bersama ke beberapa pihak. Setelah kesana-kemari, berusaha untuk mendapatkan izin PIRT (Perijinan Industri Rumah Tangga), memperbaiki kemasan, dan beberapa kali diikutsertakan dalam pameran, akhirnya ada respon positif dari Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan yang menawarkan pembuatan izin PIRT bagi PUK. 

Saya berharap selanjutnya produk yang kami unggulkan bisa secepatnya mendapatkan izin PIRT serta kemasan yang baik. Dua hal tersebut tentu saja akan bisa memberikan nilai jual yang tinggi dan memperluas pasar di luar daerah.Bantuan datang tiba-tiba. Kebetulan ada teman yang sering berangkat ke Malaysia sehingga saya berinisiatif untuk menitipkan produk lewat teman tersebut agar menjualnya ke Malaysia. Syukur produk kami yaitu Bumbu Bubur Pedas diterima masyarakat Malaysia. Malah sering ada permintaan pesanan. Mungkin karena masyarakat Malaysia sudah merasakan citarasa yang ada di dalam bumbu tersebut, sehingga membuat mereka terus punya keinginan untuk membeli.

Dengan semakin majunya dua usaha yang saya geluti, mengharuskan saya untuk lebih profesional lagi dalam mengelola usaha. Pelatihan kewirausahaan dan manjemen bisnis yang saya dapatkan dari pendampingan Lembaga Gemawan saya rasakan ternyata sangat bermanfaat dalam menentukan keberhasilan usaha. Melalui pelatihan-pelatihan tersebut saya belajar tentang konsep-konsep kewirausahaan, pembukuan, mengenali pasar, serta tidak kalah penting adalah bagaimana menyikapi masalah-masalah yang timbul. Peluang, ancaman, tantangan, dan kekuatan harus bisa kita baca agar perencanaan usaha berjalan lancar. Ternyata juga tidak sulit bagi saya untuk membuat sebuah pembukuan dan itu langsung saya praktekkan di dalam usaha saya. Dari pembukuan itulah saya bisa melihat apakah usaha yang saya geluti itu mendapatkan keuntungan atau kerugian.

PANTUN:

prasasti bertulis huruf palawa
cagar budaya kita hidupkan
saya menulis baru pemula
komentar anda saya butuhkan

patung ini patung bangsawan
gubernur jambi jalan ke brebes
pantun  ini pantun gurauan
penghibur hati di kala setres

Penulis, Harmini, lahir di Sungai Kelabu, kec. Tebas, 2 Mei 1973, dan merupakan pengurus JARPUK Serumpun, anggota BPD,dan kader posyandu di kab. Sambas. Tulisan ini diambil dari buku, “Pada Kerja Kami Percaya”; Jakarta, ASPPUK & Hivos, 2012.