2 hari berjuang, 7 halaman tulisan jadilah !

 “ Siang itu sangat panas dan saya duduk dekat jajanan kue ubi goreng yang baru laku terjual setengah bagian. Saya berpikir jika ubi ini saya buat kripik walau tidak habis terjual, tapi besok masih bisa saya jual lagi “ Penggalan dari tulisan Widia Ullu, Desa Babau, Kabupaten Kupang, NTT). Ibu Widia, salah seorang peserta workshop menulis yang diadakan ASPPUK. Dengan panduan fasilitator dan narasumber, akhirnya ia berhasil menuliskan pengalamannya. Demikian juga halnya dengan beberapa peserta lain yang terlibat dalam workshop. Mereka semua tampak mulai menyenangi kegiatan tulis menulis yang semula mereka anggap susah.

Sengaja ASPPUK mengundang para pendamping dan PUK (Perempuan Usaha Kecil) untuk menuliskan pengalaman-pengalaman mereka. “ Seharusnyalah kita sendiri (pendamping dan PUK) yang menuliskan pengalamannya sendiri, bukan orang lain dan bukan konsultan “, begitu kira-kira ungkapan M Firdaus (Deputi SEN ASPPUK) dalam pembukaan acara workshop penulisan yang berlangsung selama 2 hari di Desa Wisata, TMII, Jakarta Timur. Para pendamping dan PUK yang terlibat pada acara tersebut adalah mereka yang bergelut dengan program ‘ Mengembangkan Aset Finansial dan Partisipasi perempuan basis Dalam Lembaga Pengambil Keputusan Publik di Tingkat Kampung”. Program ini didukung oleh Ford Foundation selama 2 tahun (2010–2012). Sedangkan lokasi program berada di 6 daerah (Padang, Padang Pariaman, Makasar, Kupang, Jombang dan Gresik). Untuk itu dalam acara penulisan pengalaman ini, ASPPUK hanya mengundang peserta yang berasal dari wilayah-wilayah tersebut.

Dalam pelaksanaan acara itu total ada 17 peserta, masing-masing terdiri 6 orang pendamping dan 6 orang PUK. Sedangkan 5 orang berasal dari secretariat nasional ASPPUK. Fasilitasi dan narasumber oleh P. Hasudungan Sirait dan Alida, keduanya dari AJI (aliansi Jurnalis Indonesia).

Banyak sekali input-input dari narasumber tentang metode menulis. Dari bagaimana cara menggali ide, tahapan-tahapan menulis, menulis cerita, menulis deskripsi, menulis kombinasi keduanya, dsb. Bahkan di akhir acara workshop tersebut, peserta mendapatkan tip photografi sederhana. Menurut bang Has, begitu kira-kira panggilan akrab saat workshop, “ Dengan memanfaatkan foto secara baik, nanti kita akan bisa menggunakannya sebagai pendukung tulisan ”. Sembari berkata begitu Bang Has mengeluarkan kamera pocked yang ukuran panjangnya kira-kira  tak lebih dari 10 cm dan tebal 2 cm. Dengan lincah bang Has terus mencontohkan teknik-teknik dasar dalam photograpi. Mengambil objek dari berbagai sudut, kanan, kiri, atas, bawah. Seakan tak punya lelah meski waktu telah larut malam, ia terus memperagakan teknik-teknik itu dengan mulusnya. Setelah itu, ia juga menunjukkan karya-karya photografinya yang hanya berbekal kamera kecilnya. Terlihat dengan jelas foto-foto contoh itu sangat menarik, memiliki nilai berita dan teknik memotret yang memadai.

Peserta merasa senang karena mendapatkan tambahan materi photografi meski hanya sekitar 20 menit. Karena bagi mereka ilmu ini jarang sekali mereka dapatkan. Lebih-lebih bagi mereka yang bergelut di lapangan bersama PUK. Begitu pula peserta PUK, dia merasa telah mendapat ilmu bagaimana dapat memotret dengan baik produk-produk dagangannya.

Hasil lain yang cukup menggembirakan dari workshop ini, juga telah menghasilkan 12 karya tulisan yang akan siap diterbitkan. Tentunya naskah-naskah itu nantinya akan mendapatkan sedikit pengeditan dari narasumber. Akhirnya untuk menutup tulisan ini akan saya kutip pernyataan Widya Kupang yang cukup menarik dari laman Facebooknya “ 2 hari berjuang 7 halaman tulisan, tapi 2 tahun jadi pendamping tidak setengah halaman pun kisah yang ditulis ”. Hmmm… (Ditulis: Darmanto)