ASPPUK Perkuat Kewirausahaan Berperspektif Gender di Takalar

TAKALAR, ASPPUK – Pandemi COVID-19 ikut memperburuk situasi dan menyebabkan terganggunya rantai pasokan produk perikanan. Harga komoditas pangan anjlok karena permintaan yang menurun, dan penutupan pasar membuat nelayan tidak bisa menjual hasil tangkapannya.

Pandemi juga berdampak buruk terhadap nelayan perempuan. Pengusaha mikro perempuan yang berbasis di pedesaan, menghadapi tantangan struktural dan budaya yang menghambat mereka untuk mengembangkan usaha dan mata pencaharian mereka.

Berkaitan dengan hal itu, ASPPUK menjalankan program Power of Voice Partnership: Fair for All (Fair4All) selama 5 tahun, dalam rangka meningkatkan dukungan kolaborasi bersama perusahaan, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil untuk mewujudkan rantai nilai/rantai pasok yang adil, inklusif, dan berkelanjutan di sektor perikanan dengan memastikan keterlibatan perempuan dan kaum muda menuju perdagangan yang adil dan berkelanjutan.

Selama periode Agustus 2021 hingga Maret 2022, ASPPUK bersama Lembaga Mitra Lingkungan (LML) Sulawesi Selatan telah melakukan pembentukan kelompok dan pendampingan terhadap kelompok yang ada di desa Kanaeng dan desa Popo, Kecamatan Galesong Selatan.

Perwakilan Lembaga Mitra Lingkungan (LML) Saleh Yasin menjelaskan bahwa “Fair4All” sudah berlangsung lebih dari setahun di tiga desa, namun baru kali ini berhasil mengumpulkan semua kelompok sasaran dalam satu kegiatan bersama.

“Kegiatan itu diharapkan dapat menjalin tali silaturahmi, mempererat kebersamaan, meningkatkan pemahaman dan pengetahun bersama,” ujarnya pada sesi pembukaan, Rabu (15/06).

Menurut Saleh, rangkaian kegiatan selama tiga hari bertema “Pelatihan Kewirausahaan Dasar Berperspektif Gender Bagi Kelompok Perempuan dan Pemuda yang Ada Disekitar Areal Pesisir”, diharapkan mampu membangun keakraban dan hingga kesamaan pandangan dalam meningkatkan pengetahuan tentang ekonomi yang berkelanjutan.

“Diharapkan para partisipan bisa fokus dan serius mengikuti keselurahan rangkaian kegiatan, sehingga bisa optimal mendapatkan hasil dan diharapkan bisa bermanfaat di desa masing-masing khususnya dalam kegiatan wirausahanya,” katanya.

Senada dengan itu, Program Officer ASPPUK Martina Rahmadani menjelaskan bahwa kegiatan tersebut memang diperuntukkan agar kelompok dampingan mampu menyusun perencanaan bisnis yang menerapkan prinsip 3P (people, planet dan profit) serta berperspektif gender.

“Dalam proses pelatihan kali ini, salah satu hal terpentingnya adalah kelompok dapat menyusun perencanaan bisnis yang menerapkan prinsip 3P dan perspektif gender, sehingga usaha yg akan dilaksanakan nanti dapat memberikan manfaat kepada masyarakat serta lingkungan,” ujarnya.

Selain itu, wirausaha yang dilakukan diharapkan mampu mendorong perkembangan ekonomi pesisir yang adil dan berkelanjutan, melalui kegiatan yang mampu menghasilkan produk-produk perikanan lainnya.

“Misalnya usaha lobster, ikan bandeng, dan lain-lain, sebagaimana kegiatan-kegiatan usaha yang sudah direncanakan dari tahun kemarin,” katanya.

Martina juga mengatakan bahwa di tahun kedua ini, fokus program lebih kepada pengembangan usaha. Adapun kegiatan di tahun pertama ditujukan untuk pembentukan kelompok dan penguatannya. “Termasuk berbagi peran dan tanggungjawab pengurus, ketua, sekretaris dan bagaimana peran bendahara,” papar Martina yang akrab disapa Titin.

Khusus di tahun kedua, program akan menyasar pada penguatan usaha komunitas, termasuk memikirkan cara berwirausaha yang baik, menjalankan usaha yang tidak hanya mengejar keuntungan semata.

“Termasuk menjalankan usaha yang memberikan kontribusi perubahan ekonomi rumah tangga hingga perbaikan kualitas lingkungan. Istilah socio-preneur,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur ASSPUK Emmy Astuti, menekankan tentang perspektif kesetaraan gender dalam kewirausahaan dan pentingnya kepemimpinan. Menurutnya, kesetaraan adalah tentang berbagi peran, termasuk memahami isu gender secara benar.

“Misalnya ada anggapan perempuan sabar, ada ndak laki-laki yang sabar ? Kan ada juga kan? Dari segi sifat pada dasarnya tidak ada perbedaan,” paparnya.

Sementara dari jenis pekerjaan, ternyata banyak perempuan yang menjadi pencari nafkah utama. Atau disaat yang bersamaan, ditemukan tak sedikit laki-laki yang bisa memasak, mencuci dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya.

“Berarti dari segi pekerjaan sama juga, tidak ada perbedaan. Hanya kita saja yang membeda-bedakannya,” jelas Emmy.

Dia lalu melontarkan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak bisa dipertukarkan, karena menganggap melahirkan, menyusui anak sebagai kodrat perempuan, meskipun faktanya, tidak kaum hawa bisa melahirkan dan menyusui.

“Kalau melahirkan dan menyusui dikatakan kodrat, apakah perempuan melawan kodrat ketika dia tidak bisa melahirkan dan menyusui? Kan tidak,” kata Emmy.

Oleh sebab itu, meskipun kodrat merupakan pemberian Tuhan, narasi tentang kodrat justru berpotensi menimbulkan ketidakadilan terhadap perempuan yang tidak bisa hamil. “Perempuan lebih cenderung disalahkan,.sementara belum tentu dia yang mandul,” terangnya.

Benar, kodrat adalah pemberian Tuhan yang tak bisa dipertukarkan. Contohnya, rahim yang hanya dimiliki oleh perempuan, begitu juga sel telur yang hanya ada pada perempuan. Hal ini berbeda dengan persepsi di masyarakat, bahwa kodrat perempuan adalah memasak, mencuci dan aktifitas lainnya.

“Ada anggapan tentang kodrat perempuan di dapur. Itu persepsi dalam masyarakat yang keliru, karena hal itu dapat saling dipertukarkan atau dapat dikerjakan baik oleh laki-laki maupun perempuan.,” ungkap Emmy.

Oleh sebab itu, melalui pelatihan selama tiga hari, Emmy berharap para peserta bisa berkontribusi positif terhadap perubahan, baik secara pribadi maupun kelompok. “Mungkin sebelumnya teman-teman belum paham bagaimana merencanakan bisnis yang baik, yang ramah lingkungan, sekarang jadi paham,” katanya.

Tak hanya itu, Emmy berpesan agar hasil yang didapatkan dari pelatihan bisa dikembangkan, termasuk dengan meningkatkan literasi melalui bahan-bahan bacaan. Karena itu, sangat bermanfaat untuk mengembangkan pengetahuan diri, selain bisa diikutkan dalam mengikuti pelatihan selanjutnya.

“Pelatihan tidak berakhir disini. Akan ada kegiatan-kegiatan lainnya yang berorintasi pada peningkatan kapasitas, agar makin aktif berpartisipasi dalam pembangunan, baik di desa maupun di Kabupaten dan Provinsi,” tandasnya (Jekson Simanjuntak)