Kripik yang terbuat dari ikan macho, ikan kecil sejenis pari, kini kian langka di kota Padang. Padahal makanan kripik yang kini terkenal dengan sebutan “kripik macho”, merupakan “camilan” asli ranah Minang dan merupakan “warisan” nenek moyang Sumatera Barat. Kelangkaan ikan kecil “macho” dari bumi Minangkabau dan maraknya aneka jenis makanan, serta minimnya pemahaman generasi muda terhadap warisan budaya makanan ditengarai Fatikhah (pendamping LP2M, Padang) sebagai alasan hilangnya kripik Macho dari hidangan masyarakat Sumatera Barat.
Itulah alasan kenapa Bu Af, begitu biasa disapa dari nama lengkapanya Nur Afni, produsen sekaligus pedagang kripik Macho yang tinggal di kelurahan Batugadang kec. Lubuk Kilangan, Padang. Kripik macho buatanya kini menjadi “favorit” di sejumlah gerai toko oleh-oleh kota Padang, seperti toko oleh-oleh Rohana Kudus, Kristin Hakim, dan sejumlah supermarket lainnya. Bahkan kini ia kewalahan untuk memenuhi permintaan pesanan dari toko di kota Padang. Adapun ramuan kripik Macho, ia peroleh dari percobaannya berkali-kali selama proses pembuatanya. Menurut bu Af, ia telah melakukan tray and error lebih dari 5 kali. Meski begitu ia tidak menyerah, karena ia berkeyakinan bahwa rasa yang pas pasti akan didapat. Terbukti benar, setelah berulang-ulang ia bereksperimen, lalu menjualnya kepada tetangga dan anggota kelompok perempuan usaha kecil. Saat itu, tetangga dan temannya yang mencoba kripik macho menyatakan bahwa rasanya enak pas untuk masyakat Padang. Dari situlah ia makin percaya diri untuk mengembangkan usahanya, apalagi kapasitas ikan macho melimpah dan belum banyak yang memanfaatkannya.
Kini, setelah produksi dan konsumennya meningkat, masyarakat khusunya kaum perempuan sekitar kelurahannya berkeinginan membuat kripik macho. Ia pun tidak berkeberatan dan dengan senang hati membagi ilmunya kepada kawan-kawan sesama anggota kelompok. Namun begitu, karena rasa dan cara pembuatanya yang berbeda sehingga orang lain tidak bisa menyamai rasa kripik macho buatan bu Af.
Setelah dua tahun berlalu bergelut dengan produksi dan sempat berhenti setelah terkena gempa tahun 2009, ia kini terus meningkatkan kemampuan produksi dan skill usaha. Berkat pendampingan LP2M dengan strategi asistensi konsultan bisnis, ia membidik persaingan dengan produksi makanan khas Padang lainnya. Ia berharap suatu saat nanti, kripik machonya bisa bersaing dengan oleh-oleh Padang yang lain seperti; kripik balado, rendang, kripik kentang yang sudah terkenal di seluruh nusantara. Penasaran? Silahkan mencoba, pasti ketagihan….
ditulis oleh M.Firdaus, Deputy SEN ASPPUK.