Tarus, Kursor.com (9 Maret 2012)
Pembangunan haruslah berpusat pada rakyat dan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk turut berpartisipasi dan berkontribusi. Pembangunan pun harus ramah lingkungan. Tujuan ini tidak akan terwujud semata-mata hanya dengan bersandar pada pertumbuhan ekonomi, namun harus diiringi pula dengan perimbangan yang adil dan distribusi, memicu untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, serta bisa memberikan pilihan dan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat.
Hal itu dikemukakan Dr.David Pandie saat membawakan materi kebijakan pembangunan daerah berbasis hak pada acara workshop dan FGD di YAO, Kamis 8/3/2012. Mengutip Prajasto (2010) secara lebih terukur menyampaikan variabel dan elemen-elemen kunci pembangunan berbasis hak yakni pertama partisipasi. Disebutkan, prioritas utama untuk hal ini adalah dengan cara memerangi kemiskinan, mengintegrasikan kaum perempuan di dalam pembangunan, menguatkan masyarakat dan pemerintah untuk menentukan nasib (self-reliance) dan hendaknya sendiri (self-determination) dan melindungi hak-hak masyarakat adat (indigenous people).
Bertujuan untuk mempertiggi tingkat partisipasi masyarakat, komunikasi, kelompok masyarakat adat, perempuan, anak-anak dan lain-lain. Memandang remaja dan anak-anak sebagai peserta aktif dalam segala bentuk kegiatan pencarian solusi konstruktif.
Disampaikannya pendekatan ini memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada masyarakat, terutama untuk turut berpartisipasi, berkontribusi dan menikmati hasil pembangunan dalam segala aspek yang mendukung terhadap pemenuhan nilai-nilai penghormatan dan pemajuan hak asasi manusia, baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, social dan budaya.
Kedua, meningkatkan akuntabilitas. Arah utama dari pendekatan berbasis hak asasi manusia bertujuan untuk memberi pengaruh bagi adanya akuntabilitas dan keseimbangan dalam proses pembangunan, antara masyarakat sebagai pemegang hak dengan Negara sebagai pemangku tanggung jawab yang berkewajiban untuk memenuhi hak-hak warga negaranya.
Mengidentifikasi pemegang hak rights holders (beserta hak-hak yang dimilikinya) serta pemenuhan kewajiban duty bearers (beserta kewajibannya). Mengidentifikasi kewajiban positif para duty bearers (untuk melindungi, mempromosikan dan memenuhi hak) serta kewajiban negatifnya (untuk tidak melakukan pelanggaran hak).
Pendekatan berbasis hak asasi dalam pembangunan menekankan pula pentingya akuntabilitas dari para pembuat kebijakan dan dari berbagai pihak lain yang tindakan-tindakannya memiliki akibat terhadap hak asasi.
Hak akan berkaitan dengan tugas, dan tugas menuntut akan adanya akuntabilitas. Oleh sebab itu, pengaturan institusi dan legal/administraif yang menjamin adanya akuntabilitas yang dimasukkan ke dalam strategi pembangunan menjadi aspek intrinsik dalam pendekatan berbasis hak asasi.
Meskipun para pelaksananya harus memutuskan sendiri mekanisme akuntabilitas mana yang paling sesuai Pendekatan Berbasis Hak dalam pembangunan dengan kasus mereka, tetapi semua mekanisme tersebut harus bisa diakses, transparan dan efektif.
Ketiga, non diskriminasi, memberikan perhatian khusus pada diskrinimasi, kesetaraan, kesamaan serta kelompok marjinal-termasuk kelompok minoritas, kelompok masyarakat adat serta warga Negara yang ditahan dan atau sedang menjalani proses hukum. Pendekatan berbasis hak mensyaratkan bahwa pertanyaan mengenai siapa kelompok yang termarjinalkan disesuaikan dengan kondisi setempat.
Keempat, berpindah dari ketergantungan menjadi pemberdayaan. Memfokuskan pada kelompok penerima layanan -beneficiaries- sebagai pemilik hak serta pelaku pembangunan dan bukan hanya sebatas objek dari program dan tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka.
Memberikan kekuasaan, kapabilitas dan akses kepada masyarakat yang dibutuhkan untuk mengubah hidup, memperbaiki kondisi serta mempengaruhi masa depan mereka. Memberikan penekanan lebih pada menguatan individu dan komunitas –termasuk anak-anak- untuk berperan lebih aktif di dalam masyarakat.
Kelima, pertalian langsung dengan hak mempertimbangkan keseluruhan hak seperti hak sipil, budaya, ekonomi, politik dan social secara terpadu, saling terkait dan saling berhubungan. Dalam rangka mengontrol pembangunan daerah berbasis hak, dapat dirumuskan suatu model pendekatan dalam matriks yang membantu rakyat untuk mengidentifikasi hak-haknya pada setiap kebijakan dan program pembangunan berdasarkan bidang yang menjadi intervensi oleh pemerintah daerah. (non)