ANTARA – Puluhan wanita yang tergabung dalam Forum Perempuan Tani Klaten (FPTK), Jawa Tengah, Selasa siang, mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat, menuntut perbaikan di sektor pendidikan terutama biaya pendidikan yang murah.
Koordinator FPTK, Purwanti, dalam dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD Klaten dan Dinas Pendidikan setempat, mengatakan pemerintah hingga kini belum menjamin semua anak usia sekolah di kabupaten ini bisa mengakses pendidikan dasar sembilan tahun akibat mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.
“Orang tua dipusingkan dengan banyaknya pengeluaran biaya untuk anaknya dalam bersekolah, misalnya saja dengan pungutan-pungutan yang dibebankan kepada orang tua sehingga sangat memberatkan,” katanya.
FPTK mencatat, setidaknya ada empat sumbangan yang dinilai salah sasaran karena seharusnya menjadi beban negara, tetapi malah dibebankan kepada orang tua, yakni uang pembangunan sekolah atau uang gedung, uang seragam sekolah, sumbangan orang tua (SOT), dan penarikan uang kelulusan serta kenang-kenangan.
“Seragam sekolah yang diwajibkan dibeli di sekolah biasanya harganya jauh lebih mahal dari harga pasaran, sehingga akan memberatkan orang tua. Sedangkan SOT biasanya ditarik setiap bulan dengan alasan untuk pendampingan siswa dalam belajar, padahal untuk tingkat SD dan SMP seharusnya sudah dibiayai oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” tambah Purwanti.
FPTK juga menyayangkan Surat Edaran Bupati Klaten dengan Nomor 451.4/619/11 tertanggal 18 Mei 2011 yang berisi perintah agar sekolah tidak menarik biaya penerimaan ijazah atau rapor siswa pada tahun ajaran 2010-2011 ini terkesan tidak berfungsi, karena kenyataannya praktik pungutan tersebut masih ditemui.
“SE tersebut seolah-olah hanya berlaku pada sekolah yang terpantau saja, karena pada praktiknya pungutan uang pengambilan ijazah dan rapor saat kelulusan masih terjadi di sekolah yang tidak terpantau,” ujar Purwanti.
Senada, Iriani, orang tua siswa yang juga tergabung dalam FPTK mengatakan selama ini di sekolah anaknya masih sering ditarik berbagai macam uang pungutan untuk orang tua.
“Saya menemui beberapa sekolah masih melakukan praktik tersebut. Ini sangat memberatkan bagi orang tua terutama mereka yang tergolong miskin. Terlebih bagi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, biaya masuknya sangat mahal, bukankah ini menjadi kendala tersendiri bagi siswa miskin?,” katanya.
Dalam kesempatan itu FPTK juga menyampaikan tuntutan agar dibuat peraturan daerah yang mengatur pendidikan gratis bagi siswa SD dan SMP, serta pendidikan murah bagi siswa SMA.
“Kami juga menuntut agar dilakukan audit kepada sekolah-sekolah yang melakukan pungutan, serta memberi sanksi kepada sekolah yang melanggar SE bupati tentang pelarangan pungutan sekolah,” tambah Iriani.
Kepala Dinas Pendidikan Klaten, Sunardi, yang hadir dalam acara tersebut mengakui beberapa masalah yang telah disampaikan FPTK masih sering terjadi di beberapa sekolah di Klaten.
“Memang harus ada keberpihakan dari pemerintah terhadap masalah pendidikan bagi siswa miskin. Kami akan mencari jalan untuk memecahkan masalah ini supaya ke depan sistem pendidikan di Klaten bisa lebih baik dan dinikmati semua kalangan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Klaten Muhammad Nurkholis Majid yang menyambut mereka berjanji akan menindaklanjuti usulan dan tuntutan yang telah disampaikan tersebut.
“Kami akan meneruskan hal ini dengan mengadakan rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan Klaten, sehingga langkah-langkah untuk penanganan masalah mengenai sistem pendidikan di Klaten bisa disiapkan dan dilaksanakan,” ujarnya.(anisa)