“Semenjak sandal batik buatan China bertebaran di Sukoharjo, barang dagangan saya amblas semua….”, begitu ungkap ibu Surati, ketua Jarpuk Sukoharo dan pegadang gigih asal Sukoharjo. Dengan terbata-bata dan sedikit emosional, ia ungkapkan semua perasannya terhadap dampak masuknya produk China terhadap usahanya dan teman-temannya di JARPUK (jaringan perempuan usaha kecil) Sukoharjo.
“Dengan kata lain, masuknya barang China telah membuat teman-teman PUK (perempuan usaha kecil) di Sukoharjo menganggur dan terlempar kepada pekerjaanya. Maknya saya memohon kepada Hakim yang terhormat untuk mencabut kebijakan perjanjian tersebut”, begitu ia meneruskan.
Sementara itu, ibu Nurul Hidayati, pedagang batik dan anggota JARPUK Solo, mengungkapkan bahwa keberadaan batik China jelas mengancam batik produksinya. Hal itu karena harga batik China sangat murah, dan warnanya “ngejreng”, sehingga pembeli dari daerah lebih tertarik. Menurutnya batik printing yang selama ini menjadi andalan, karena harganya murah dan terjangkau pembeli kalangan menengah ke bawah. Akibat dari itu semua pasar batik lokal lesu dan batik china terus membanjiri pasar.
Kesaksian ibu Surati dan Nurul Hidayati disampaikan pada Rabu, tgl 20 Juli 2011 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jln Merdeka Utara, Jakarta, untuk melengkapi kesaksian ahli yang disampaikan Prof. Dr. Sri Edi Swasono (dosen ekonomi UI), Dr. Syamsul Hadi (pengamat international dan globalisasi dari UI), Dr. Ikhsanuddin Noersi (pengamat ekonomi), dan Ir. Khudori (pengamat pertanian), yang mewakili Aliansi untuk Keadilan Global. Aliansi yang beranggotakan ASPPUK, IGJ, INFID, API, SPI, KIARA, FNPBI, Migrant Care, Salamuddin, Dani Setiawan, dan Haris Rusly, mengajukan gugatan “yudicial review” atas UU nomor 38 tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN Charter. Adapun pasal yang digugat adalah Pasal 1 ayat 5, dan pasal 2 ayat 2 huruf (n), dimana kedua pasal tersebut merupakan konsepsi penyatuan pasar dengan landasan neoliberalisme dengan cakupan yang meliputi seluruh isue, diantaranya; ekonomi, investasi, perdangan, keuangan dan perburuhan. Bila hal itu terjadi, maka fenemena dampak CA-FTA (China ASEAN free trade angreement), atau perjanjian dagang antara China dan ASEAN (termasuk Indonesia) akan teruang kembali, dimana pedagang dan produsen terutama mikro dan kecil akan terhempas, bahkan bangkrut.
Tanggapan Aliansi ditujukan kepada jawaban pihak pemerintah jawabannya kepada gugatan aliansi, yang diwakili; Kementrian luar negri, Departemen Hukum dan HAM, Departemen perdagangan dan perindustrian. Dengan team yang cukup komplit, mereka menyatakan bahwa gugatan aliansi terhadap ASEAN Charter salah alamat dan tidak berdasarkan data yang akurat.
Kesaksian tersebut juga merupakan ajang penambahan informasi atas gugatan yang telah disampaikan Alinasi teradap pemerintah RI pada sidang pertama. Sidang kali ini merupakan yang kedua, dan akan dilanjutkan pada sidang ketiga dilakukan pada tanggal 28 Juli 2011. Semoga usaha Aliansi berhasil. (Dilaporkan M. Firdaus, Deputy SEN ASPPUK, yang mengikuti jalannya sidang)