Merdeka.com, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) menilai program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan melalui koperasi sangat tidak efektif. Bahkan setelah pemerintah dan DPR mengesahkan UU Koperasi yang baru yaitu UU No 17 tahun 2012 memunculkan banyak kritikan. Di antaranya definisi koperasi mengingkari prinsip dasar koperasi sehingga memberi peluang intervensi kelompok luar.
Menurut Deputy National Executive Secretary ASPPUK M Firdaus pertumbuhan koperasi juga sangat minim. Bahkan pembangunan koperasi kurang dari 10 koperasi di tiap kabupaten dalam setahun. Terlebih lagi, anggaran untuk pengembangan koperasi sendiri sangat besar mencapai Rp 1,4 triliun dalam setahun.
“Ini (koperasi) terkesan inisiatif negara telah bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menanggulangi kemiskinan, khususnya bagi perempuan, namun kenyataannya sebaliknya,” ungkap Firdaus di Seminar Nasional, Jakarta, Kamis (13/12).
Hal yang sama juga terjadi dengan alokasi KUR kepada 7 juta UMKM selama 5 tahun. Padahal, jumlah UMKM menurut kementerian UMKM dan Koperasi adalah 53.823.732. Jika data serapan KUR dikorelasikan dengan jumlah usaha mikro 53,2 juta, berarti pembiayaan KUR baru berdampak pada sekitar 13 persen.
“Bila dari pelaku usaha mikro yang berjumlah 53.207.500 diasumsikan 60 persen nya merupakan perempuan pengusaha berarti dari angka serapan KUR baru berdampak pada perempuan pelaku usaha mikro sebesar 22 persen,” tambahnya.
Kondisi ini diakui berdampak pada peningkatan kesejahteraan kaum perempuan miskin. Meski Indonesia dinilai memiliki pertumbuhan positif, kondisi kesehatan ibu melahirkan dan angka harapan hidup balita di Indonesia kini menjadi lampu kuning karena kemiskinan perempuan.
“Kita berpandangan bahwa pengembangan usaha mikro dan kecil di kalangan perempuan basis bisa menjadi potensi untuk menanggulangi kemiskinan,” pungkasnya. (RIN)