Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok tenun kampung pengrajin tikar Engkadan selain dari berladang dan menoreh karet yaitu membuat tenun dan membuat anyaman tikar yang medianya dari BEMBAN. Menurut ibu maria kumbau membuat anyaman dari bemban membutuhkan waktu yang sangat lama dan rumit. Prosesnya, pertama: mengambil bemban yang ukurnya panjang, kedua: kemudian bemban tersebut di kupas dan rahut sedang-sedang tebal, ketiga:bemban tersebut dijemur sampai kering, keempat: beban yang sudah dijemur tersebut di rendam di air ± 1 hari (tergantung pada bemban sudah lembut atau belum), kelima: bemban yang sudah di rendam lalu dilinte (diambil isi bemban yang di guanakan, ukuran disesuaikan dengan keingianan). Setelah melewati proses tersebut, barulah beban tersebut di anyam dan motifnya disesuaikan dengan keinginan atau pesanan pembeli, (jika ada yang mau beli). Dan motif yang digunakan buka motif sebarang dibuat tapi setian motif tikar ada nama nya(gelarnya), begitu juga dengan motif yang ada dalam PUA KUMBU yang dibuat dengan tenun ikat.
Tenun ikat juga memerlukan waktu yang sangat lama dalam membuatnya, membutuhkan ketelitian, ketekunan dan kesabaran. Menurut inforamasi singkat yang saya peroleh dari KUB RIBAI dan KUB NIBUNG BERANYAH dampingan ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil), proses membuat tenun memerlukan waktu yang sangat lama, mulai dari ngiret ubung (Bahasa Iban, yang artinya mengatur benang putih ketempat membuat tenun yang terbuat dari kayu), setelah itu benang tersebut diikat sesuai dengan motif yang dipilih, setelah selesai diikat benang tersebut dicelupkan ke pewarna yang digunakan jika menggunakan warana merah maka tanamam beting dicampur dengan mengkudu dan kapur sirih atau mengunakan engkerebai, jangau, rengat akar, engkerebai laut. Setelah menghasilkan warna merah dan di motif kemudian jika ingin ditambah warna hitam, maka yang warna merah tersebut di ikat lagi dan dicelupkan kepewarna yang hitam. Tumbuhan pewarna yang menghasilkan warna hitam yaitu salah satunya renggat Padi.
menenun engkadan saat ini kegiatan menenun mereka masih banyak kendala. Diantaranya yang menjadi kendala mereka adalah tidak adanya benang, menurut pengakuan ibu-ibu kalau mereka membuat tenun benangnya dari orang lain atau orang yang menyuruh membuat tenun tersebut, BERAGEH (bahasa iban yang artinya: jika tenun tersebut sudah jadi, yang punya benang mendapat 2 kain tenun dan yang buat dapat 1 kain tenun yang sudah jadi). Dan sering juga mereka di gaji untuk membuat pua kumbu dan kain. Sedangkan orang yang sering menggunakan jasa ibu-ibu untuk membuat Pua kumbu adalah orang dari Serawak Malaysia.
Tenun “SIDAN” Selendang tampaknya paling digemari orang dari malaysia. Tenun ini juga dibuat oleh kelompok tenun RIBAI selain membuat tenun ikat. Mereka membuat tenun kain sidan ini di karena mendapat pesanan dari pembeli dari searawak. Pada tanggal 04 Desember 2015, kebetulan saya berada di kampung Engkadan tiba-tiba datang sebuah mobil yang bernomor plat serawak Malaysia, kemudian mereka masuk dan menjelaskan tujuan mereka datang ke kampung engkadan. Mereka menjelaskan bahwa mereka ingin membeli kain sidan, kebetulan mereka di kampung engkadan sudah tidak nyimpan kain sidan yang ukuran selendang atau ± 10-15 Cm. kemudian si pembeli tersebut menyuruh mereka membuat kain sidan yang berukuran selendang tersebut sebanyak-banyaknya (50-60 kain sidan) dengan harga 1 buah Rm 40. Kendala ibu-ibu masyarakat engkadan tidak bisa buat banyak kain sidan tersebut karena kurangnya benang dan tidak ada uang untuk membeli benang. Mereka hanya membuat sebanyak benang yang ada pada mereka saja/sisa benang yang di buat pribadi atau yang hasil BERAGEH dengan orang-orang yang mereka menyuruh mereka selama ini.
Saya sempat menanyakan pada si pembeli tersebut, “mengapa Bapak sampai beli kain sidan selendang tersebut kekempung engkadan ini, tenun kain sidan ini berasal dari serawak? mengapa tidak beli di sana saja?, bapak itu menjawab memang di serawak pun banyak yang buat tetapi di sana sekarang penenun kain sidan saat ini sedang membuat kain/rok sidan semua dan tidak ada yang membuat selendang yang terbuat dari sidan. Sementara pesanan dari pembeli banyak yang minta kain sidan yang beukuran ±10-15 cm” dan bapak itu juga menambahkan; “hasil tenun sidan yang dibuat oleh Orang Iban daerah Badau dan Lanjak baik dan rapi, sehingga tidak susah untuk memasarkannya”. Sehingga kegiatan menenun ibu-ibu di Dusun Kelawik dan Engkadan sangat membantu pendapatan ekonomi masyarakat Khususnya ibu-ibu yang mata pencahariannya hanya berladang dan menoreh karet, sekarang mereka tidak bisa tiap hari menoreh karet di karenakan hujan dan harga karet yang hanya Rp 5000 saja.(Philip Kerintus Kedi, Staf Lapang ASPPUK-TFCA)