JAKARTA, Peran pekerja rumah tangga (PRT) sangat penting dalam menopang kehidupan keluarga, utamanya di musim mudik lebaran seperti sekarang. Kontribusi mereka sangat nyata dalam memastikan pekerjaan domestik berjalan lancar.
“Masa mudik Lebaran ini, kita sangat rasakan peran pekerja rumah tangga yang adalah tangan kanan kita. Maka, kita juga harus ubah pola pikir kita di tatanan pemberi kerja, karena kebanyakan tidak menyadari pentingnya memahami hak dan kewajiban PRT,” kata Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto di Jakarta, Jumat(28/4/22).
Oleh sebab itu, sudah seharusnya semua pihak termasuk majikan mendorong hadirnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak PRT. Para ibu anggota Kowani, menurut Giwo hendaknya memiliki cara pandang yang sama dalam memperlakukan PRT, termasuk dalam mempraktekkan isi RUU PPRT.
“Misalnya kita himbau untuk mendaftarkan PRT untuk menjadi peserta jamsostek. Tidak ada komplain karena memang iurannya begitu kecil untuk manfaat yang begitu besar bagi PRT dan keluarganya,” jelas Giwo.
Sementara itu, Pendiri Institut Sarinah Eva Sundari mengingatkan bahwa momentum Ramadan seharusnya digunakan untuk meningkatkan taqwa dan peduli terhadap PRT selaku pihak yang lemah. Oleh karena itu, Eva mengajak semua pihak untuk mendukung pengesahan RUU Perlindungan PRT.
“Dengan hati yang terbuka dan peduli terhadap sesama yang lemah, yaitu PRT kita, mari dukung pengesahan RUU PPRT,” ujarnya saat menjadi moderator pada acara konperensi pers bertema “PRT dibutuhkan setiap Lebaran, RUU PPRT tidak kunjung disahkan” yang diadakan secara daring pada Jum’at (28/4/22).
Hal senada juga disampaikan oleh Dr. Fransisca Sestri, Sekjen Lembaga Pemberdayaan Ek Rakyat (LPER). “Kami mendukung RUU PPRT secara real karena organisasi kami memberikan pendidikan dan mengadvokasi PRT yang korban trafiking. Penyalurnya tidak jelas.”
Ia secara pribadi juga mulai memberikan libur ke PRT setiap weekend dengan tidak memotong gaji PRT nya sebagaimana isi RUU PPRT.
Sementara itu, Direktur ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro) Emmy Astuti SIP menekankan perlunya masyarakat mulai mempraktekkan etik baru dalam menjalankan bisnis demi keberlanjutan kehidupan bersama. Melalui prinsip 3P (People, Planet, Profit), ASPPUK ingin memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan gender dan inklusivitas, dan penegakan HAM.
“Memanusiakan manusia itu sejalan dengan visi ASPPUK yang juga sesuai dengan tujua SDGs yang telah menjadi kesepakatan global,” jelas Emmy.
Early Rahmawati, Sekjen PUPUK (Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil) menambahkan bahwa RUU PPRT ini dapat membantu para pengusaha kecil untuk menghitung cost of production dalam bisnisnya.
“Selama ini PRT juga bekerja untuk produksi dan penghitungannya kacau. Jika ada perjanjian kerja terkait scope of work PRT akan dapat memperbaiki kualitas hubungan kerja dan kenyamanan kedua pihak,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Litbang dan Ketenagakerjaan IWAPI Rinawati Prihatiningsih sangat berterima kasih atas kehadiran PRT yang memungkinnya untuk produktif dan aktif di sektor publik.
“Mereka berkontribusi real untuk perekonomian nasional kita. Sepantasnya hak kewarganegaraan, ekonomi, sosial kita penuhi. Ini bagus untuk memperbaiki indeks kesetaraan gender kita yang jeblok,” kata Rinawati yang juga menjadi perwakilan Indonesia di W20 dan Co – Chair G20 EMPOWER.
Pada kesempatan itu, Komunitas Pemberi Kerja PRT Arum Ratnawati menguraikan adanya dampak positif yang diterima majikan dari adanya UU PPRT. Soal kepastian bagi kedua belah pihak dari adanya kontrak kerja misalnya terkait keberlanjutan kerja, kualitas kerja PRT, prestasi dan kontraprestasinya.
“Kepastian ini yang akan berdampak besar pada kenyamanan 2 belah pihak sehingga masing-masing bisa produktif,” jelas Arum.
Diskusi semakin hangat dengan kehadiran artis Chicha Kuswoyo dan anggota legislatif PKB, Luluk Hamidah. Keduanya mendukung penuh pengesahan RUU PPRT dan berjanji untuk ikut mensosialisasikannya di komunitas masing-masing.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Koalisi Sipil untuk RUU PPRT itu diakhiri dengan tanya jawab dengan wartawan. Lita Anggraini dari Jala PRT memberikan jawaban sesuai isi RUU beserta data lapangan sesuai pengalaman Jala PRT.
Sejak diusulkan pertama kali pada tahun 2004, atau selama 18 tahun, RUU ini selalu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dalam tiga tahun terakhir, RUU Perlindungan PRT mengalami kemajuan dan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020, 2021 dan 2022.
Selama kurun waktu itu, RUU ini telah berulang kali mengalami revisi hingga akhirnya dapat diterima berbagai pihak, termasuk sejumlah fraksi yang semula menolak atau keberatan dengan sejumlah pasal dalam RUU ini***