Suasana pelatihan TOT kepekaan gender dalam kewirausahaan perempuan. Foto : ASPPUK.
LOMBOK, ASPPUK – Pusat Investasi Pemerintah (PIP) berkolaborasi dengan UN Women dan ASPPUK menyelenggarakan peningkatan kapasitas bagi Account Officer dari Koperasi Mitra Duafa (KOMIDA) Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Pelatihan dilaksanakan pada 23 – 24 Desember 2022 di Hotel Lombok Plaza – Cakranegara Lombok. Pelatihan diikuti oleh 24 peserta yang terdiri dari 9 orang perempuan dan 15 orang laki – laki yang merupakan pendamping pengusaha perempuan dari tingkat ultra-mikro.
Pada hari pertama, kegiatan difokuskan pada pelatihan kepekaan gender dalam kewirausahaan perempuan. Pada sambutannya, perwakilan ASPPUK Korwil NTB Yuliarni menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya pelatihan yang melibatkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP), UN Women, Together Digital dan Ant Foundation.
Menurut Yuliarni, pelatihan seperti ini sangat penting bagi Account Officer yang mendampingi pengusaha ultra-mikro untuk meninkatkan skil dan pengetahuan. Termasuk agar bisa bertahan di era pandami seperti sekarang ini.
Yuliarni sebagai perwakilan dari ASPPUK ketika menyampaikan sambutan. (sumber: ASPPUK)
“Harapannya setelah pelatihan, Account Officer dapat menyebarkan informasi tentang kewirausahaan yang responsif gender kepada perempuan pengusaha (debitur),” ungkapnya.
Kepekaan Gender Dalam Kewirausahaan Perempuan
Firdaus yang merupakan expert gender menjadi fasilitator pada dua sesi di hari pertama. Foto : ASPPUK.
Pelatihan hari pertama dibagi atas dua pokok pembahasan, yakni kesetaraan gender dan kepemimpinan perempuan. M. Firdaus yang merupakan expert gender menjadi fasilitator pada kedua sesi tersebut.
Pada sesi tentang kesetaraan gender, Firdaus yang akrab disapa Idos memberikan pemahaman dasar tentang gender dengan pendekatan diskusi kelompok dan brainstorming untuk menggali pemahaman peserta tentang gender.
“Peserta dibagi kelompok yang ditugaskan untuk meggambarkan dan mendeskripsikan persepsi laki – laki dan perempuan,” ujarnya. Dia lalu menjelaskan perbedaan kodrat dan gender.
Idos juga memaparkan bahwa ketidakadilan gender dimulai dari faktor – faktor penyebab, bentuk hingga dampak dari ketidakadilan gender. Untuk memudahkan pemahaman peserta, sebuah film singkat tentang gender dan kebudayaan diputar.
“Ini dilakukan untuk menguatkan pemahaman peserta terhadap kesetaraan gender. Lalu kita lanjutkan sesi tanya jawab,” terang Idos yang juga staf ahli ASPPUK.
Untuk memperdalam pemahaman terkait kesetaraan gender, Idos membagi peserta dalam beberapa kelompok. Mereka diminta untuk mengidentifikasi bentuk ketidakadilan gender dalam pengembangan usaha perempuan. Masing-masing kelompok mendiskusikan strategi pemecahan masalah dari studi kasus ketidakadilan gender.
Di sesi kedua terkait kepemimpinan perempuan, Idos menekankan bahwa perempuan harus mampu membangun jiwa kepemimpinan. Untuk itu, peningkatan interpersonal seperti sikap proaktif, negosiasi, empati dan simpati harus dilakukan.
“Interpersonal perlu dikembangkan agar dapat mengelola diri dalam memimpin, baik itu kelompok atau pun menjalankan usaha,” ujarnya.
Secara umum kemampuan yang perlu dimiliki oleh pengusaha, menurut Idos adalah kemampuan teknis dan non tekhnis (soft skill). Kemampuan soft skill adalah interpersonal yang sifatnya generik dan dapat dilatih.
Idos kembali membagi peserta dalam kelompok untuk mendiskusikan studi kasus mengenai empati dan simpati dengan pertanyaan: apa yang akan dilakukan? Setelah berdiskusi, masing-masing kelompok memaparkan hasilnya dan kelompok lain menanggapi.
Pelatihan Pengembangan Usaha Bagi Perempuan Wirausaha Ultra Mikro
Pada hari kedua, pelatihan difokuskan terkait pengembangan usaha bagi perempuan wirausaha ultra mikro. Sebelum memulai sesi, perwakilan UN Women Pratiwi menyampaikan bahwa, Account Officer yang bergerak di lapangan perlu mengetahui tentang prinsip kesadaran gender dan keadilan gender, termasuk meneruskan knowledge yang diperoleh di pelatihan kepada debitur (perempuan pengusaha).
“Mereka perlu menerapkan prinsip keadilan gender dalam pendampingan dan meneruskan knowledge kepada perempuan pengusaha,” terangnya.
Di hari kedua, pelatihan membahas sejumlah hal terkait dengan kewirausahaan, litersasi keuangan dan literasi digital marketing. Dosen Universitas Indraprasta PGRI Deasy Nurmalasari didaulat sebagai fasilitator.
Dosen Universitas Indraprasta PGRI Deasy Nurmalasari menjadi fasilitator dengan topik; kewirausahaan, litersasi keuangan dan literasi digital marketing. Foto : ASPPUK.
Pada sesi kewirausahaan, para Account Officer (pendamping) diminta untuk berbagi pengalaman tentang kerja pendampingan yang telah dilakukan. Diketahui para Account Officer telah terlibat untuk beragam jenis usaha, seperti: kerajinan pembuatan genteng dan tanah liat, tenun songket, makanan siap saji dan usaha lainnya.
Deasy kemudian memaparkan tentang pentingnya pemetaan usaha yang meng-cover lokasi usaha, pemukiman penduduk, tempat produksi hingga pemasaran. “Kita berikan pemahaman kepada Account Officer agar bisa memberikan ide – ide untuk usaha dengan melihat potensi lokasi dan karakteristik penduduk,” ujarnya.
Setelah itu peserta diajak untuk menonton video tentang cerita sukses pengembangan usaha. Dari film itu, peserta bisa memetik praktik baik yang akan diaplikasikan di wilayah masing-masing.
Deasy juga memancing kemampuan berpikir para peserta dengan menelurkan sejumlah pertanyaan, seperti: produk apa, kepada siapa akan dijual, kebutuhan dan keinginan pelanggan yang harus dipenuhi dan bagaimana menjual produk.
“Karena sebenarnya ada 3 ide usaha yang dapat dikembangkan perempuan berdasarkan pertimbangan; keterampilan, sumberdaya dan permintaan produk,” jelasnya.
Peserta melakukan diskusi kelompok membahas bentuk-bentuk ketidakadilan gender. Foto : ASPPUK.
Pada sesi litersasi keuangan, Deasy menemukan bahwa pelaku usaha yang minim literasi keuangan membuat mereka bingung saat menentukan harga jual produk. Dia lalu memberikan pengetahuan dan pemahaman sebab kegagalan usaha, prespektif keuangan dan solusinya yang diharapkan.
Untuk itu, kehadiran Account Officer sangat diperlukan agar para debitur mampu menganalisa keuangan usaha, termasuk memperkaya literasi tentang keuangan.
“Di sesi ini kita mencakup menghitung biaya produksi, menetapkan harga jual, rencana keuangan usaha dan cashflow usaha,” terangnya.
Pada sesi literasi digital marketing, Deasy memberikan pemahaman soal pentingnya penamaan usaha dan logo sebagai branding dan aset digital. Para peserta bisa memanfaatkan sejumlah platform, seperti canva dan capcut untuk membuat design logo usaha, flyer dan katalog.
Deasy juga memberikan pedoman pembuatan katalog digital melalui platform WhatssApp dan marketing online. “Dalam katalog digital perlu memberikan informasi produk dan menampilkan foto yang menarik,” terangnya.
Hal lain yang juga penting adalah legalitas produk untuk memperluas pasar. Diharapkan, para Account Officer bisa melakukan pendampingan, termasuk memfasiltasi saat mengajukan perizinan produk.
“Proses administrasi legalitas produk diantarany NIB,sertifikat halal dan PIRT,” kata Deasy.
Acara kemudian dilanjutkan dengan kunjungan lapangan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Account Officer dalam memfasilitasi dan mendampingi debitur yang sensitif gender dengan pendekatan praktik.
Peserta melakukan kunjungan lapangan ke salah satu lokasi yang merupakan anggota Koperasi Mitra Duafa (KOMIDA) Lombok, Nusa Tenggara Barat. Foto : ASPPUK.
Kunjungan lapangan dilaksankan pada 26 Desember 2022 berlokasi di wilayah kerja KOMIDA Kantor cabang Gunung Sari, Kelurahan Turida, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram.
Saat kunjungan lapangan dilakukan, Yuliarni bertindak sebagai fasilitator dan satu orang Account Officer sebagai sampling.
“Sasaran kunjungan lapangan ini adalah 6 kelompok yang terdiri dari perempuan pengusaha dengan beragam jenis usaha. Kelompok yang dikunjungi,” ujar Yuliarni.
Kelompok usaha yang dikunjungi, diantaranya; kelompok patuh pacu, kelompok beriuk sukses, kelompok ceria jaya, kelompok banjar tenang, kelompok beriuk maju dan kelompok turide maju. (Jekson Simanjuntak)