Ketgam : Deputi II dan Deputi V Kepala Staf Kepresidenan memimpin audiensi bersama koalisi masyarakat sipil yang datang ke Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (10/1), terkait pengawalan pengesahan RUU PPRT.
JAKARTA, ASPPUK- Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan komitmennya untuk terus mengawal percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang saat ini masuk dalam program legislasi nasional prioritas 2023 sebagai RUU inisiatif DPR RI.
Hal ini ditegaskan oleh Deputi-deputi Kepala Staf Kepresidenan kepada koalisi masyarakat sipil yang datang ke Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (10/1), untuk memberikan masukan-masukan terkait pengawalan pengesahan RUU PPRT.
“Sejauh pengamatan KSP, tidak ada statement publik yang menolak atau merasa UU PPRT tidak diperlukan. Walaupun begitu, KSP terus mengedukasi publik bahwa UU PPRT mengusung 2 narasi besar yakni terkait Perlindungan dan Pengakuan. KSP berkomitmen untuk mengarusutamakan isu perlindungan terhadap PRT,” kata Deputi II Bidang Pembangunan Kemanusian KSP, Abetnego Tarigan.
Lebih lanjut, menurut Abetnego, unsur perlindungan dalam RUU PPRT menekankan bahwa pekerja rumah tangga bukanlah budak modern yang memiliki hak dasar untuk dilindungi. Sementara itu, unsur pengakuan dalam RUU PPRT menyatakan pentingnya peran pekerja rumah tangga bagi banyak keluarga di Indonesia.
Deputi II, yang didampingi Deputi V Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan HAM Jaleswari Pramodhawardani, juga mengatakan bahwa pemerintah akan memperbarui SK tim gugus tugas RUU PPRT dan memastikan kerja tim terkonsolidasi dengan baik. Selain itu, masukan dari koalisi masyarakat sipil akan terus menjadi catatan bagi perkembangan substansi RUU PPRT.
Sementara itu, pemerintah setidaknya telah mengadakan dua kali konsinyering terkait RUU PPRT. Secara substansi, RUU PPRT saat ini sudah mengerucut pada rekognisi terhadap pekerja rumah tangga, legitimasi asas reciprocity, split-model dalam rekrutmen PRT, pengaturan hak dasar dan kewajiban, serta pengaturan batasan usia.
Sementara itu, koalisi masyarakat sipil berharap agar pemerintah terus terbuka terhadap aspirasi dan masukan semua pihak, baik itu dari pekerja maupun pengguna PRT.
“Di pemerintahan Presiden Jokowi, telah lahir dua UU penting yang sangat terkait dengan hak perempuan, yakni UU TPKS dan UU Perkawinan. Saat ini, UU PPRT tidak hanya mengusung hak perempuan, UU PPRT juga mengusung isu kemiskinan karena PRT jadi salah satu bagian dari kemiskinan ekstrem. PRT juga bisa mengurangi pengangguran. Saya harap ini menjadi perhatian dan Presiden Jokowi bisa mendorong pengesahan RUU ini,” kata Lita Anggraini, selaku perwakilan dari Jala PRT (Wan)