ASPPUK Gelar FGD Keadilan Iklim dan Kesetaraan Gender di Sektor Perikanan untuk Ekonomi Berkelanjutan dan Kesetaraan Gender di Sektor Perikanan: Upaya Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Makassar, 19 September 2023 – Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema “Keadilan Iklim untuk Ekonomi Berkelanjutan dan Kesetaraan Gender di Sektor Perikanan.” Acara ini berlangsung selama dua hari, pada tanggal 13 dan 14 September 2023, di Gedung PKK Jl. Kartini No.2, Kelurahan Kalabbirang, Kecamatan Patallasang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. FGD ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari Kabupaten Takalar, termasuk Kelompok Perempuan Baji Pemai Desa Popo, Kelompok Pemuda Panrannuangku Desa Kanaeng, Kelompok Bangkit Bersama Desa Laikang, serta sejumlah lembaga pemerintah dan non-pemerintah seperti FIK ORNOP Sulsel, BPBD Takalar, Bappelitbangda Takalar, KPUK, PPKBPPPA, Dinas Perikanan, koperasi, Dinas Sosial, dan Pemerintah Desa.
FGD tersebut bertujuan untuk membahas perubahan iklim dan dampaknya terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial, dengan fokus khusus pada perempuan dan kelompok rentan di sektor perikanan. ASPPUK berkomitmen untuk menggali pemahaman mendalam tentang dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan di Kabupaten Takalar dan membahas praktik mitigasi yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha, pemerintah, komunitas, dan media. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keadilan iklim dan kesetaraan gender dalam sektor perikanan.
Dalam FGD ini, berbagai topik penting dibahas, termasuk analisis dampak perubahan iklim, upaya mitigasi yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, dan peran sektor swasta dalam mengatasi perubahan iklim, serta pengalaman, pengetahuan, dan solusi para stakeholder yang dapat membantu meningkatkan ketahanan ekonomi perempuan dan kelompok rentan dalam menghadapi perubahan iklim di sektor perikanan khususnya di wilayah Kabupaten Takalar.
Salah satu narasumber, Syamsang Syamsir mewakili FIK ORNOP Sulsel memaparkan bahwa dampak perubahan iklim, seperti peningkatan suhu bumi dan cuaca ekstrem seperti badai dan gelombang panas, sangat nyata dan dapat dirasakan oleh masyarakat. Namun, dampak ini lebih terasa oleh kelompok rentan, seperti perempuan, anak-anak, lansia, disabilitas, dan masyarakat adat. Data PBB menunjukkan bahwa sekitar 80% perempuan termasuk dalam kelompok yang paling terdampak oleh perubahan iklim. ”Hal ini disebabkan oleh peran penting perempuan dalam perawatan keluarga dan penyediaan makanan. Contohnya dalam bencana kekeringan, perempuan dan anak-anak membutuhkan akses lebih besar terhadap air bersih, terutama selama masa menstruasi.”
Syamsang juga menggarisbawahi potensi besar perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. ”Perempuan memiliki kemampuan dan posisi yang dapat digunakan untuk melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap perubahan iklim dan menjadi pemimpin yang kuat dalam mengedukasi komunitas tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim”.
Selain itu, BPBD Takalar, diwakili oleh Ikhsan Nurddin, menjadi narasumber kedua dalam FGD dengan tema “Praktik-Praktik Mitigasi Perubahan Iklim di Kabupaten Takalar (Pelaku Usaha, Pemerintah, Komunitas, Media, dll).” BPBD Takalar bertugas untuk mengkoordinasikan berbagai stakeholder dalam menghadapi berbagai bencana, baik alam maupun non alam. Ikhsan Nurddin menjelaskan pentingnya memahami perbedaan antara bencana alam dan non alam dan bagaimana campur tangan manusia dapat menjadi penyebab bencana tersebut.
BPBD Takalar juga melakukan upaya-upaya penting dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana, termasuk penyuluhan tentang dampak bencana alam, pemantauan dan patroli lapangan, sistem peringatan dini, dan pendirian helpdesk atau call center untuk pencegahan, mitigasi, dan penanganan darurat.
ASPPUK juga mengundang Rahmansyah Lantara dari BAPPEDA Takalar sebagai narasumber ketiga untuk membahas peran sektor swasta dalam mengatasi perubahan iklim. Rahmansyah menyampaikan bahwa sektor swasta memiliki peran penting dalam adaptasi perubahan iklim, terutama dalam mitigasi bisnis dan peluang bisnis baru.
Menurutnya ”Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas penting untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Peluang bisnis yang terkait dengan perubahan iklim termasuk pembangkit listrik tenaga surya di rumah-rumah dan usaha kecil yang dapat menghasilkan produk alternatif di tengah kondisi perubahan iklim”
FGD ini menyoroti pentingnya kesadaran akan perubahan iklim, keadilan iklim, dan kesetaraan gender dalam sektor perikanan. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perempuan dan kelompok rentan, serta sektor swasta, diharapkan dapat ditemukan solusi-solusi inovatif untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang berkelanjutan di Kabupaten Takalar. Tiga sektor adaptasi utama yang menjadi fokus adalah kesehatan, air, dan pertanian, yang juga berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keikutsertaan sektor swasta diharapkan dapat membantu mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana terkait iklim dan menciptakan citra positif bagi perusahaan, sambil tetap menghasilkan keuntungan.
Pada hari kedua Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, peserta FGD dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari berbagai unsur, termasuk pemerintah, lembaga masyarakat non-pemerintah, komunitas, dan pelaku usaha. Pada sesi ini, fokus utama adalah mengidentifikasi dampak perubahan iklim yang dirasakan sehari-hari oleh masyarakat.
Salah satu hasil identifikasi dampak perubahan iklim yang diungkapkan adalah banyaknya nelayan yang tidak dapat melaut karena angin kencang dan ombak besar. Hal ini mengakibatkan penurunan pendapatan nelayan dan kenaikan harga ikan. Dampak ini merugikan terutama pada aspek ekonomi.
Fasilitator FGD dari ASPPUK mengajak ketiga kelompok tersebut untuk berdiskusi pada sesi ketiga, dengan fokus pada dampak sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan dari perubahan iklim. Hasil identifikasi dari sesi ini mencakup masalah kekurangan pangan akibat kemarau panjang, penurunan air tanah, dan gagal panen yang mengakibatkan petani kesulitan dalam mengolah tanah dan lahan, serta peningkatan kemiskinan di komunitas.
Tidak berhenti di situ, setiap kelompok yang terbentuk diminta untuk mendiskusikan tindakan mitigasi, resiliensi, dan adaptasi dalam merespons perubahan lingkungan yang telah diidentifikasi pada sesi sebelumnya. Beberapa contoh tindakan yang diambil termasuk upaya komporisasi untuk mengatasi kekeringan air, mencari jenis budidaya alternatif seperti penggunaan kolam terpal, dan berusaha menciptakan peluang baru yang sesuai dengan kondisi yang ada.
Sebagai hasil dari FGD ini, kesadaran akan pentingnya keadilan iklim dan kesetaraan gender dalam sektor perikanan semakin ditekankan. FGD ini membuka ruang bagi berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha, untuk mencari solusi bersama dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang signifikan. Selain itu, penting untuk memahami bahwa solusi tidak hanya bergantung pada pemerintah, melainkan juga melibatkan individu dan komunitas dalam upaya mitigasi, resiliensi, dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Kolaborasi dari semua lapisan masyarakat menjadi kunci dalam mencapai masa depan yang berkelanjutan, di mana keadilan iklim dan kesetaraan gender di sektor perikanan Kabupaten Takalar menjadi prioritas utama. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Muslim Pribadi (ASPPUK) sebagai penutup FGD, “Solusi tidak harus ada di pemerintah saja, kita sebagai individu atau komunitas juga memiliki peran dan andil dalam mengatasi dampak perubahan iklim.”
Penulis: Farhan Koto, kontributor Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.