SIARAN PERS
Pemotongan Anggaran Kementerian UMKM 2025 Mengancam Keberlanjutan UMKM, khususnya Perempuan Pelaku Usaha Kecil Mikro
Jakarta, 13 feb 2025 – Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro (ASPPUK) menyampaikan keprihatinan mendalam atas pemangkasan anggaran Kementerian UMKM sebesar Rp242 miliar, sehingga tersisa hanya sekitar Rp220 miliar dari total pagu awal tahun 2025 sebesar Rp. 463,86 miliar. Pemotongan anggaran yang hampir 50% ini berpotensi melemahkan upaya pemberdayaan ekonomi pelaku UMKM khususnya pemberdayaan ekonomi perempuan yang mayoritas sebagai pemilik usaha kecil mikro.
Sebagaimana diketahui bahwa peran UMKM di Indonesia sebagai penopang perekonomian bangsa, tulang punggung perekonomian nasional maka UMKM perlu terus didukung karena merupakan sumber mata pencaharian, pencipta lapangan pekerjaan, mengurangi pengangguran dan mengurangi kemiskinan serta dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi yang inklusif
Pemotongan anggaran hampir 50% di Kementerian UMKM berpotensi menghampat pemberdayaan ekonomi UMKM khususnya perempuan pelaku usaha kecil mikro yang paling banyak bergerak dalam roda perekonomian bangsa. Ini akan semakin mempersempit akses UMKM terhadap pelatihan, pendampingan, pembiayaan, serta pasar yang lebih luas. Kebijakan pemotongan anggaran tersebut akan melemahkan ketahanan UMKM dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Selain itu, ASPPUK juga menilai bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi prioritas pemerintah Prabowo tidak sesuai dengan kebutuhan lokal dan mengabaikan keberagaman kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Tidak semua daerah dan kelompok masyarakat memerlukan program ini. Banyak wilayah justru lebih membutuhkan dukungan untuk penguatan ekonomi lokal, akses terhadap modal usaha, pengembangan usaha berbasis komunitas, maupun beasiswa gratis agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah. Pada situasi ini, seharusnya pemerintah Prabowo tidak mengeneralisir permasalahan dan apa yang menjadi kebutuhan prioritas masyarakat di tingkat bawah.
Paradoks Efisiensi: Pemotongan Anggaran UMKM Vs Struktur Pemerintahan yang Gemuk
Pemerintah berdalih bahwa pemotongan anggaran merupakan bagian dari strategi efisiensi fiskal, namun langkah ini bertentangan dengan realitas yang ada. Dengan total 48 menteri, 56 wakil Menteri dan 5 pejabat setingkat Menteri merupakan struktur pemerintahan yang terbesar dalam sejarah Indonesia. Semakin besar birokrasi, semakin besar pula anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai gaji, tunjangan, dan operasional pejabat negara. Dalam situasi seperti ini, mengorbankan sektor-sektor yang justru berkontribusi langsung terhadap ekonomi masyarakat, seperti UMKM, adalah bentuk ketidakadilan dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. UMKM menyumbang lebih dari 60% PDB Indonesia dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja, menjadikannya sektor paling strategis dalam perekonomian nasional.
ASPPUK Mendesak Pemerintah untuk:
- Membuka ke public secara transparan terkait alokasi anggaran yang di potong. Pemerintah harus menjelaskan secara rinci apakan pemotongan ini benar-benar akan dialokasikan untuk program prioritas yang memang menjadi kebutuhan rakyat atau justru membiayai struktur pemerintahan yang semakin besar atau membiayai program yang tidak berdampak langsung pada kebutuhan rakyat. Transparansi ini penting untuk menghindari public bertanya-tanya, dan juga untuk menghindari kebijakan anggaran yang mengorbankan rakyat yang sudah bersusah payah membayar pajak dan restribusi ke negara.
- Merevisi program Makan Bergizi Gratis agar lebih berbasis kebutuhan local. Program ini dapat dilaksanakan dan ditujukan bagi daerah-daerah yang memang membutuhkan misalnya daerah dengan Tingkat stunting atau gizi buruk tinggi dengan mempertimbangkan intervensi yang lebih tepat guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah. Namun perlu diingat, tidak semua provinsi/kabupaten/kecamatan/desa membutuhkan program tersebut
- Mengevaluasi dan merampingkan struktur pemerintahan yang terlalu gemuk, menghapus jabatan yang tidak esensial, serta mengalokasikan anggaran secara lebih efektif untuk kepentingan publik, bukan untuk memperbesar birokrasi yang tidak efisien.
ASPPUK menegaskan bahwa keberlanjutan UMKM, khususnya yang dikelola oleh perempuan, harus menjadi prioritas dalam kebijakan ekonomi nasional. Tanpa dukungan yang memadai, pemangkasan anggaran ini berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi berbasis inklusi dan memperbesar kesenjangan gender dalam sektor usaha kecil.
Tentang ASPPUK:
ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro) adalah organisasi yang berdedikasi untuk pemberdayaan ekonomi perempuan, khususnya perempuan pelaku usaha kecil mikro serta kelompok-kelompok rentan di Indonesia. Sejak didirikan, ASPPUK berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan dan inklusif, melalui program-program peningkatan kapasitas perempuan pelaku usaha kecil mikro dengan mengembangkan pelatihan dan pendampingan, perluasan akses pasar dan keuangan, kolaborasi dengan para pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional dan internasional, dan advokasi kebijakan yang responsif gender. ASPPUK bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, untuk bersama-sama menciptakan solusi alternatif terhadap ketimpangan gender, kemiskinan dan krisis iklim yang terjadi di Indonesia maupun di tingkat global. Dengan jaringan luas yang mencakup berbagai daerah di Indonesia, ASPPUK terus berupaya menciptakan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua.
Emmy Astuti (Direktur ASPPUK)
HP: 085397165355,
Email: asppuk@gmail.com, emmyadam79@gmail.com
Website: asppuk.or.id