“Korupsi marak sekali di negri ini. Gerakan masyarakat pun beramai-ramai mendorong upaya pemberantasan korupsi. Namun sayangnya, gerakan perempuan sendiri, seperti yang direfleksikan KPI (Koalisi Perempuan Indonesia) belum menjadikan korupsi sebagai issue besarnya. Sementara di sisi lain, gerakan korupsi juga belum memasukan perspektif gender dalam langkahnya.”
Begitu tutur Dian Kartikasari, sekjen KPI di sela-sela seminar nasional bertajuk “Inisiatif Masyarakat dalam Mendorong Integritas” dan pelucuran buku berjudul, “Kisah Perempuan di Lima Daerah” di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis, 12 Juli 2012.
Kegelisahan Dian mencerminkan kondisi pada aras nasional. Sementara di belahan pelosok daerah, geliat kelompok perempuan bagai tak terbendung dalam upaya mendorong integritas dan akuntabilitas aparat pemerintah. Hal itu seperti yang dungkap Rosmaniar, dari PPSW-Borneo yang menjadi narasumber kedua di dalam acara tersebut. Menurutnya, perempuan di basis sangat bergairah bersama-sama gerakan social lain untuk menorong pencegahan korupsi. Dalam hal itu, Dian juga mengamininya sesuai dengan pengalaman KPI di berbagai daerah.
Kembali ke buku Kisah perempuan di Lima daerah, yang tersusun berdasarkan situasi korupsi di indonesia. Reformasi birokrasi yang disinyalir bisa mendorong gerbong perubahan untuk menuju kondisi tata pemerintahan yang baik, berjalan lambat, bagai kura-kura. Dimulai dari perencanaan pembangunan (murenbang) yang disusun minim keterlibatan rakyat, terutama kelompok perempuan miskin hingga pelibatan kelompok tertentu dalam masyarakat. Ini berakibat pada hasil perecanaan yang tidak sesuai kebutuhan masyarakat, terutama keberpihakan kepada perempuan miskin. Situasi perencanaan tersebut menjadi awal tererosinya integritas dan akuntabilitas aparat pemerintah dari tingkat bawah hingga nasional dalam proses pembangunan. Di tangan proses pembangunan yang tidak akuntabel, program kesejahteraan rakyat seakan jauh dari “jangkauan” rakyat kecil, khususnya kelompok perempuan miskin dan anak.
Namun ditengah apatisme tersebut, perempuan-perempuan di lima daerah bekerja tanpa kenal lelah dalam mendorong terwujudnya integritas dan akuntabilitas, khususnya di kalangan pemerintah yang dekat dengan kehidupannya. Dangan dibantu LSM jaringan ASPPUK, mereka mendekati dan mengajak dialog pak lurah/kepala desa, sekertaris desa, pak camat dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dengan penuh kesabaran, hingga terumuskan program yang sesuai kebutuhan masyarakat. Berkat kegigihannya tergambar pencapaian krongkrit dari setiap daerah; di Aceh, ada rencana pertemuan lanjutan antara kelompok perempuan, lurah, camat dan anggota dewan (DPRK) untuk membicarakan usulan perempuan tentang pasar rakyat untuk pemasaran produk. Di Pontianak, ada dana untuk keberlangsungan program posyandu sebesar 40 ribu perbulan yang sebelumnya tidak pernah dikabulkan pemerintah, dan rencana akan dibangunnya pasar rakyat di tingkat kecamatan yang pembangunannya dimulai tahun 2012. Di kab. Karo, anggota DPRD menerima usulan program air bersih dan saat berkunjung ke desa masyarakat telah memberinya cendara mata sebagai penanda, dan dia telah berkomitmen. Di kab. Kupang, usulan tentang air bersih telah diakomodasi meski melalui program PNPM. Di Klaten, perda anti pengutan telah menjadi usulan prioritas DPRD dan pemda, selain juga ada dana untuk KB susuk bagi masyarkat.
Itulah sepenggal upaya masyarakat dan kelompok perempuan dalam upaya mendorong integritas dan akuntabilitas aparat pemerintah dari tingkat basis hingga kabupaten/kota. Di sana masih banyak temuan-temuan lain yang bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. Namun begitu, selain keberhasilan, ada juga yang masih memerlukan proses dan menjadi tantangan masyarakat serta kelompok perempuan ke depan. Itulah dinamika dalam mewujudkan kesejahteraan social di tingkat grass root. Semua informasi tersebut terangkum dalam buku setebal 134 halaman, yang dipenuhi dengan foto-foto aktiftas perempuan basis yang menarik. Semoga sumbangsih pengalaman melalui buku menjadi hazanah kelompok perempuan bagi masyarakat Indonesia. Semoga.
(Dilaporkan M. Firdaus, Deputy SEN ASPPUK)
232
Itulah sepenggal upaya masyarakat dan kelompok perempuan dalam upaya mendorong integritas dan akuntabilitas aparat pemerintah dari tingkat basis hingga kabupaten/kota. Di sana masih banyak temuan-temuan lain yang bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. Namun begitu, selain