Nias Utara, IDN Times- Hormianim Saragih (50) memungut beberapa butir buah kelapa tua yang baru dipanen. Hasil panen dari kebun kelapa yang terletak di Desa Ononazara, Kecamatan Tugala Oyo, Kabupaten Nias Utara, dikumpulkannya. Menggunakan sula kelapa-kelapa itu dibuatnya geluk.
Geluk lalu dibawa ke sebuah rumah. Siang itu, beberapa perempuan tampak mengolah buah nyiur yang telah dikupas, secara tradisional. Ada yang memarut, memeras daging kelapa dan juga mengisi sejumlah wadah dengan santan dicampur garam.
Aktivitas Hormianim dan delapan rekannya itu merupakan bagian dari menghasilkan minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) di Desa Ononazara. Mereka adalah Kelompok Perempuan Usaha Mikro (Kelpum) Mekar. Kelompok perempuan yang berdiri sejak 7 Februari 2021 tersebut atas pendampingan yang dilakukan oleh Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA).
1. Buah kelapa secara turun-temurun dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan minyak untuk kebutuhan rumah tangga
Hormianim menceritakan, selama ini buah tanaman tropis tersebut secara turun-temurun dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan minyak kelapa untuk kebutuhan rumah tangga di desanya. Belakangan pengunaannya berubah sejak masuknya minyak goreng pabrikan ke Desa Ononazara. Malah jika dijual kopra hanya dihargai seribu rupiah per buah.
Murahnya harga buah nyiur dan penggunaan minyak kelapa yang juga telah jarang dimanfaatkan, membuat warga termasuk Hormianim enggan memproduksinya. Sebab dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi.
Keadaan itu diakui perempuan yang dipercayakan sebagai ketua Kelpum Mekar mulai berubah sejak adanya PESADA yang merupakan salah satu anggota Ornop (Organisasi Non Pemerintah) dari Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil-Mikro (ASPPUK).
2. Buat VCO sebagai alternatif perempuan untuk meningkatkan ekonomi keluarga
PESADA memfasilitasi modal dana Hormianim dan anggota kelompok untuk penguatan kapasitas pengembangan usaha VCO. Bisa dikatakan sebagai alternatif ekonomi keluarga.
Dalam Kelpum, setiap anggota dilatih konsisten menabung. Tujuannya agar mereka dapat memanfaatkan fasilitas tabungan Kelpum tersebut untuk kebutuhan keuangan dan pengembangan usaha.
Hormianim mengungkapkan, dari 10 hingga 12 buah kelapa, dirinya bisa memproduksi satu liter VCO dalam sehari. Minyak kelapa murni itu lalu dijual Rp100 ribu.
“Sejak buat VCO, kelapa bisa lebih bernilai,” ucap petani yang juga berprofesi sebagai guru tersebut.
3. Penghasilan menjual minyak kelapa murni jauh lebih menguntungkan
Pendapatan dari penjualan VCO itu pun ia bandingkan dengan hasil jual getah karet yang juga dikelolanya selama ini. Penghasilan menjual minyak kelapa murni jauh lebih menguntungkan.
Jika menderes karet, Hormianim hanya mendapatkan Rp200 ribu – Rp300 ribu dalam sepekan. Sedangkan dari hasil produksi VCO, ia mampu meraih Rp600 ribu-Rp1,2 juta per pekan. “Saya sudah pernah membuat VCO dan menghasilkan uang Rp5 juta per bulan,” tutur Hormianim.
Penghasilan yang didapatkan perempuan berusia 50 tahun ini dari VCO tidak hanya digunakannya untuk menyekolahkan ketiga anaknya. Namun, sebagian untuk ditabung di Kelpum Mekar.
Menabung hasil penjualan VCO di kelompok perempuan usaha mikro tidak hanya dilakukan Hormianim saja. Tetapi juga berlaku kepada semua anggota kelompok lainnya. Terbukti sejak berdiri pada Februari 2021 lalu hingga November 2021, Kelpum Mekar memiliki tabungan mencapai Rp9.498.000.
Selain Kelpum Mekar, penguatan ekonomi perempuan usaha kecil mikro bergerak dalam kegiatan simpan pinjam yang sama juga dilakukan PESADA di Pulau Hinako, Kabupaten Nias Barat. Kelompok Simpan Pinjam Perempuan yang memiliki jumlah anggota sebanyak 28 orang perempuan ini dinamakan Credit Union (CU) Faomakhoda.
Latar belakang terbentuknya Credit Union (CU) Faomakhoda ini sebagai salah satu cara yang dilakukan oleh PESADA dalam menanggapi persoalan sosial ekonomi yang dihadapi perempuan di Nias. Hal ini karena sebagian besar masyarakat masih menjunjung tinggi ideologi patriaki, termasuk di Kabupaten Nias Barat.
Persoalan itulah yang kemudian mendorong PESADA membentuk kelompok perempuan penghasil VCO pada 17 Februari 2021. Kelompok ini yang kemudian digunakan sebagai wadah untuk penguatan simpan pinjam keuangan bagi kelompok perempuan pengolah VCO di Pulau Hinako.
Kemudian dari hasil penjualan VCO sebagian besar ditabung di CU Faomakhoda. Roslina Hia (49) dipercayakan menjadi Ketua dalam kelompok itu.
5. Perlahan, perempuan berdaya di Pulau Hinako
Sekretaris CU Faomakhoda, Yarnidar Telaumbanua (32) mengatakan, VCO yang dihasilkan dari kelompoknya itu kemudian memberi nilai tambah dan pendapatan bagi perempuan. Perlahan, perempuan berdaya di Pulau Hinako.
“PESADA bantu kita di sini karena perempuan gak ada kerja. Jadi PESADA membilang biar ada penghasilan perempuan, tambahan ya kita buat ini lah (VCO) ,” ujarnya.
“Memang dulu sudah dibuat tetapi tidak gini hasilnya. Dulu dibuat dengan dimasak, kalau sekarang kan prosesnya beda, dengan menggunakan sinar matahari,” imbuh Yarnidar.
Dengan dampingan PESADA, VCO produksi CU Faomakhoda sudah berhasil dijual sebanyak 60 liter dengan harga Rp60 ribu per liternya. Artinya kelompok Yarnidar sudah mendapatkan Rp3,6 juta dari hasil VCO.
Bagi Yarnidar, perempuan berperan penting mendapat penambahan pendapatan untuk digunakan dalam kebutuhan darurat di rumah tangga. Apalagi jika sewaktu-waktu suaminya tidak melaut.
6. Penyadaran terus dilakukan termasuk mendorong agar perempuan kembali menggiatkan produksi minyak kelapa
Program Officer Konsorsium Local Harvest, ASPPUK, Hartaty menyampaikan, penyadaran terus dilakukan termasuk mendorong agar perempuan, terutama di Nias Utara dan Nias Barat, kembali menggiatkan produksi minyak kelapa.
Tujuannya, supaya tanaman tropis tersebut tidak sekadar dijual buahnya saja tetapi diproduksi menjadi VCO, sehingga bermanfaat dan bernilai ekonomis. ASPPUK bekerjasama dengan PESADA dalam meningkatkan pola produksi dan konsumsi pangan lokal yang berkelanjutan untuk pengembangan VCO.
Dalam hal ini, VCO merupakan produk pangan yang menyentuh prinsip lokal dan prinsip adil dari Konsorsium Local Harvest. ASPPUK sebagai jaringan nasional gerakan kemandirian perempuan usaha kecil mikro, menganggap ekonomi adalah sebagai salah satu pintu masuk utama bagi perempuan.
“Jika ekonomi kuat maka perempuan akan mendapatkan posisi tawar yang lebih baik dalam kehidupan rumah tangga dan sosial,” kata Hartaty.
Beberapa penguatan kapasitas yang dilakukan ASPPUK melalui PESADA dalam Konsorsium Local Harvest tersebut yakni, pengembangan bisnis komunitas, Pelatihan Penyusunan Standar PGS (Participatory Guarantee System) untuk produk VCO, marketing, penguatan managemen, akuntabilitas keuangan mikro untuk CU dan pelatihan keuangan sederhana.
Tak hanya itu, ada juga kegiatan-kegiatan umum yang dilakukan. Kata Hartaty, perempuan diajak seperti melakukan advokasi ke pemerintah daerah maupun stakeholder yang berada di desa, agar mendapat dukungan dan bisa bersinergi dengan kegiatan kelompok perempuan penghasil VCO.
“PESADA dan Dinas kesehatan setempat juga memfasilitasi pelatihan keamanan pangan agar produk VCO Nias bisa mendapatkan sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT),” katanya.
8. Masyarakat didorong agar bisa mendapat sertifikat P-IRT
Aktivis pangan organik dan konsultan pelatihan PGS untuk Konsorsium Local Harvest, Bibong Widyarti mengatakan, bagi usaha kecil dan mikro memperoleh sertifikasi merupakan sebuah proses yang panjang serta membutuhkan banyak biaya.
Dilanjutkannya, mekanisme sertifikasi alternatif yang disebut skema penjaminan mutu atau PGS hadir sebagai solusi bagi usaha kecil mikro. Produk yang bersertifikasi bagi konsumen dianggap sebagai produk yang layak untuk dibeli dan dikonsumsi.
Nias ini dikatakan Bibong, terkenal dengan bahan baku kelapa yang bagus. Namun, selama ini proses menghasilkan minyak kelapa murni di kawasan tersebut belum diolah dengan baik. Oleh karena itu, masyarakat didorong agar bisa mendapat sertifikat P-IRT.
“Kearifan lokal dimasukan ke dalam PGS. Ada kaidah-kaidah lokal yang diadopsi di Konsorsium Local Harvest,” katanya.
9. PESADA mendampingi komunitas perempuan memetakan potensi bisnis lokal yang bisa mereka kembangkan bersama
Sementara itu, Koordinator Regional PESADA, Berliana Purba menjelaskan, CU maupun Kelpum PESADA tidak sekadar untuk keperluan simpan-pinjam serta tabungan semata. Tetapi juga memberikan pendidikan pengembangan kapasitas pribadi atau kelompok dan kewirausahaan.
PESADA mendampingi komunitas perempuan memetakan potensi bisnis lokal yang bisa mereka kembangkan bersama. Langkah tersebut sebagai solusi atas permasalahan sosial yang dihadapi petani perempuan untuk membangun keterampilan pengelolaan keuangan.
“Perempuan diberikan pelatihan keuangan sederhana, pelatihan pencatatan keuangan, pembiasaan menabung, hingga membentuk kelompok simpan pinjam sebagai akses pendanaan bisnis komunitas,” jelasnya.
Sejak dididrikan pada Oktober 1990, kata Berliana, penggerakan PESADA fokus untuk mewujudkan kekuatan ekonomi politik perempuan akar rumput yang setara dan adil gender, inklusif, berkelanjutan dan berpengaruh mulai dari tingkat lokal sampai global.