Suasana Webinar Womenpreneur & Financial Inclusion dalam rangkaian Karya Kreatif Indonesia 2022 di JCC Jakarta (27/5). Foto : Marwan Azis/ASPPUK.
JAKARTA, ASPPUK- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno dalam sambutannya saat membuka Webinar Womenpreneur & Financial Inclusion dalam rangkaian Karya Kreatif Indonesia 2022 mengingatkan bahwa peran perempuan dalam aktivitas ekonomi tidak hanya memperkuat ekonomi keluarga dan masyarakat, namun juga mengurangi efek fluktuatif ekonomi.
“Perempuan juga berkontribusi dalam menurunkan angka kemiskinan dan menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Sandi di JCC Jakarta (27/5)
Untuk itu, para perempuan yang mayoritas merupakan pelaku UMKM di Indonesia sangat berjasa dalam menopang ekonomi bangsa. Peningkatan peran perempuan dalam UMKM pun perlu ditingkatkan, salah satunya dengan digitalisasi.
“Kemenparekraf telah menghadirkan program Bimtek (bimbingan teknis) dan kelas keuangan untuk peningkatan kapasitas pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif. Caranya melalui digitalisasi pencatatan keuangan dengan menggunakan sistem aplikasi,” terang Sandiaga.
Melalui webinar “Pemberdayaan UMKM Perempuan dan Pemuda untuk Mendorong Inklusi Keuangan dan Ekonomi” dalam rangkaian Karya Kreatif Indonesia 2022, dia beharap peran industri kreatif dalam mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan dan pemuda menjadi inspirasi semua pihak untuk menciptakan inovasi dan kolaborasi.
“Ini penting demi mewujudkan ketahanan ekonomi masyarakat, sehingga peluang ekonomi dan lapangan kerja dapat terbuka seluas-luasnya,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa pemberdayaan UMKM yang dilakukan oleh perempuan dan pemuda hadir untuk mendorong inklusi Keuangan dan ekonomi.
“Ini sebagai sinergi bersama untuk memajukan UMKM Indonesia,” katanya.
Upaya itu juga sekaligus sebagai agenda untuk menyukseskan 6 agenda prioritas presidensi Indonesia dalam KTT G20 (2022) yang mengambil tema “Recover together, recover stronger”. “Salah satu agenda pentingnya adalah memajukan inklusi ekonomi dan keuangan bagi UMKM, perempuan dan pemuda,” tegasnya.
Selain itu, Perry menegaskan bahwa ada tiga pelajaran penting mengapa kaum perempuan, termasuk pemuda sangat berhasil dalam membangun UMKM. Pertama, karena pendekatan kelompok. Kesuksesan pemberdayaan UMKM adalah dengan pendekatan kelompok.
“Istilah di BI adalah klasterisasi koorporatisasi. Kaum perempuan sangat mudah untuk pendekatan ini. Terbukti di desa, atau kecamatan, pembentukan UMKM lebih mudah dilakukan oleh kaum perempuan,” terangnya.
Menurut Perry, peran pemuda juga sama, yakni pendekatan kelompok menjadi sangat penting untuk melakukan pemberdayaan UMKM. “Tidak mungkin kita membangun UMKM sendiri-sendiri,” tegasnya.
Kedua, kemampuan untuk peningkatan kapasitas. Sebagian besar UMKM yang dibina Bank Indonesia, pemberdayaannya melalui peningkatan kapasitas. Kemampuan untuk memproduksi secara baik, kemampuan untuk meningkatkan perencanaan dan pengelolaan keuangan.
Juta tidak ketinggalan dengan pemasaran, termasuk juga adaptasi dari digitalisasi, seperti penggunaan QRIS, dimana sebanyak 17.2 juta UMKM sudah tersambungkan dengan platform digital.
“Juga kemampuan untuk menggunakan BI Fast, digitasi di bidang sistem bayar,” ungkapnya.
Tak hanya itu, kemampuan UMKM dalam mengadopsi digitalisasi dalam pemasaran tidak diragukan lagi. Baik melalui instagram, facebook atau media-media sosial lainnya yang sering disebut sebagai Conversational Commerce. “Itu menjadi sangat penting,” ujar Perry.
Ketiga, terkait kemampuan inovasi. Menurut Perry, UMKM yang ada tidak hanya mampu mengadaptasi kemampuan produksi, namun juga mampu berinovasi, berkreasi, dan mencari motif-motif terbaru dari produk yang akan dipasarkan.
“Inilah mengapa perempuan menjadi unggul, karena tentu saja melakukan pendekatan dengan hati, dengan cinta yang menumbuhkan kreatifitas dan inovasi,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris 1 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Ina Primiana yang hadir sebagai narasumber mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, UMKM dihadapkan pada disruptive economy dan era industri 4.0 yang telah mengubah ekosistem UMKM.
“Dengan adanya pandemi Covid-19 membuat UMKM harus melakukan penyesuaian kembali terhadap bisnisnya,” ujar Ina.
Pandemi Covid-19 telah memaksa terjadinya perubahan pola bisnis yang lebih menekankan pada belanja online dan tumbuhnya perusahaan-perusahaan jasa yang berbasis digital.
Hasil studi Ina yang terakhir membuktikan bahwa dampak pandemi dan pertumbuhan penjualan UMKM selama 2021-2022 mengakibatkan lebih dari 60% UMK mengalami penurunan usaha. “Sisanya 40% ada yang tetap dan meningkat, baik di sektor mikro, kecil, menengah dan besar,” ujarnya.
Menurut Ina yang juga Guru Besar FEB Unpad itu, di masa pandemi masih ada UMKM yang mengalami pertumbuhan penjualan hingga lebih dari 20%.
Menurut Ina, hal itu tidak bisa dilepaskan dari fakta bahwa jumlah UMKM di Indonesia mencapai 65 juta, berdasarkan data Kementerian UMKM (2010 – 2019), baik unit usaha, tenaga kerja dan PDB.
“Penelitian saya menunjukkan, sepanjang 2010-2019 ditemukan unit usaha yang meningkat hampir 1.2 juta/ pertahun. Hanya tertinggi pada sektor mikro (sektor informal),” katanya.
Kemudian diikuti dengan jumlah tenaga kerja yang meningkat sebanyak 23 juta selama 2010-2019 (10 tahun), atau 1.9 juta/ tahun. Kebanyakan mereka bekerja di usaha mikro (sektor informal) dan mayoritas pendidikan rendah.
“Juga ada peningkatan kontribusi terhadap PDB sebesar 60.51% dibandingkan usaha besar yang 39.49% dan usaha mikro merupakan yang tertinggi,” ungkapnya.
Ina menambahkan, “Ini menunjukkan belum terjadi perubahan struktur UMKM sebagai formasi/ pondasi perekonomian Indonesia.”
Sementara itu, jika dibandingkan dengan total ekspor dan investasi, ternyata bertolak belakang pada periode yang sama. Pada tahun 2010 -2019 produk UMKM yang diekspor mencapai Rp17Milyar/ tahun dan hampir 80% dikuasai oleh usaha menengah.
“UMKM yang masuk pada rantai pasok global masih sangat kecil, sekitar 0.8%. Bandingkan dengan Malaysia yang telah mencapai 40%.” katanya.
Meskipun peran UMKM secara global masih sangat kecil, Ketua Umum Pemberdayaan Perempuan UMKM Indonesia (PPUMI) Munifah Syanwani menekankan tentang pentingnya penggunaan ruang digital yang dapat membawa dampak yang baik dalam hal meningkatkan kesejahteraan.
Hal itu akan membuat pemberdayaan perempuan dalam negeri akan semakin lebih baik. “Perempuan bisa memanfaatkan teknologi digital dengan baik terutama untuk kegiatan produktif,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Munifah berharap agar ruang digital bisa dimanfaatkan oleh para pengusaha perempuan di level mikro, sehingga mereka, jika memiliki izin usaha yang formal, akan mendapatkan ases modal yang makin kuat.
Jika tidak berupaya keras memberdayakan perempuan dalam dunia digital, maka perempuan akan semakin kehilangan akses, baik terhadap informasi, pendidikan, layanan kesehatan, bahkan jaring pengaman sosial dan pendapatan di masa depan.
Padahal, sebanyak 50% pengusaha yang menjalankan UMKM adalah perempuan. “Sehingga merupakan kewajiban kita untuk selalu mendukung UMKM yang menjadi penghidupan bagi sebagaian besar masyarakat, khususnya kaum perempuan,” terangnya.
itu sebabnya, Pemberdayaan Perempuan UMKM Indonesia (PPUMI) yang didirikan pada22 Desember 2018 di Jakarta ingin mewujudkan perempuan UMKM yang berdaya saing tinggi dan menjadi sentra pemberdayaan UMKM di Indonesia.
“Caranya dengan melakukan pembinaan dan pendampingan kepada perempuan UMK dalam menghasilkan kualitas produk yang berstandar tinggi, pengelolaan manajemen yang berstandar baik, akses pembiayaan, akses produksi dan akses pasar bersama,” terang Munifah.
Senada dengan itu, Staf Khusus Presiden Bidang Sosial, Penggiat UMKM Penyandang Disabilitas Angkie Yudistia mengingatkan bahwa diantara perempuan dan pemuda terdapat 23 juta jiwa yang merupakan penyandang disabilitas.
“Di Indonesia ada 2.9 juta (8.5%) penyandang disabilitas sedang-berat berada di usia produktif (15-64 tahun),” katanya.
Mereka terdapat di sejumlah kabupaten dan terbanyak ada di Jawa Tengah. “Sebanyak 80% merupakan penduduk usia produktif,” tegasnya.
Sebelum pandemi Covid-19 atau dalam 2 tahun sebelumnya, kaum disabilitas hidup dari bantuan. Banyak dari mereka yang mengandalkan subsidi dari pemerintah. “Dari bansosnya pak presiden. Dari bansosnya kementerian sosial. Karena yang terpenting untuk bertahan hidup,” ujar Angkie.
Sementara itu, ketika pandemi mulai melandai, menurut Angkie, inilah waktu yang tepat bagi penyandang disabilitas untuk bangkit.
“Sulit untuk menjadi eksklusif, makanya kita bilang inklusif. Semua program, baik milik pemerintah dan non pemerintah jangan lupa untuk mengikutsertakan para penyandang disabilitas. Supaya kita saling mensejahterahkan,” terangnya.
Angkie mengingatkan, “Kita bisa menyejahterahkan diri sendiri, tetapi jangan lupa untuk menyejahterahkan orang lain.”
Dengan begitu, inilah waktu bagi penyandang disabilitas melakukan regenerasi agar mereka bisa mandiri, dan bangkit secara ekonomi. Hal itu sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo pada hari disabilitas internasional 2021 yang menginginkan dari sisi individu penyandang disabilitas, yang menjadi prioritas adalah fasilitas peningkatan kemampuan diri, pendidikan formal dan informal, akses penyandang disabilitas untuk terus upskilling dan reskilling, akses penyandang disabilitas untuk memperoeh kesempatan kerja dan berwirausaha harus terus difasilitasi dan ditingkatkan.
“Tak hanya itu, presiden juga menyerukan kementerian/lembaga serta pemerintah daerah untuk terus berinovasi untuk mengimplementasikan hak-hak penyandang disabilitas dengan melibatkan mereka, keluarga dan komunitas untuk melakukan kegiatan yang produktif dengan pemanfaatan teknologi,” ungkapnya.
Sebagai pembicara terakhir, pemilik Rorokenes Syahnaz Widia Winarto menekankan bahwa Rorokenes, selaku brand lokal dari Semarang, Jawa Tengah menjamin bahwa semua karya yang dihasilkan terbuat dari 100% kulit asli dengan menggunakan 90% bahan dalam negeri.
“Kami memproduksi tas anyaman kulit dan anyaman lurik. Semua tas produksi dari Rorokenes adalah produk handmade,” tegasnya.
Desain tas yang elegan, multifungsi, menggunakan teknik anyaman yang berasal dari budaya nusantara. Teknik anyaman tersebut diaplikasikan pada media kulit dan anyam tenun menjadi ciri khas dari Rorokenes.
Saat ini, strategi pengembangan bisnis Rorokenes adalah pelestarian. Rorokenes berupaya untuk melestarikan budaya indonesia yaitu teknik dan motif anyaman dengan menggunakan bahan kulit dan kain lurik.
“Selanjutnya dalam proses Rorokenes juga berusaha untuk melestarikan alam dengan mengharapkan kebijakan pengelolaan limbah yang ketat dari pemasok hingga produk jadi,” ujarnya.
Hal lainnya, Rorokenes melakukan upaya pemberdayaan. Menurut Syahnaz, produk bagus itu biasa, tetapi produk yang memberdayakan itu luar biasa. “Di Rorokenes, kami berkomitmen untuk memanusiakan manusia dalam pekerjaan kami. Kesejahteraan karyawan, pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka adalah prioritas kami,” terangnya.
Contohnya pada klaster Asmaradhana, Rorokenes tidak hanya memberikan skil atas teknik menganyam saja, akan tetapi peningkatan atas literasi ekonomi juga gender.
“Asmaradhana ini kemudian menjadi pilot projecting pada program circular economic subsistance yang dilakukan oleh DUPK Bank Indonesia dan KPw Jawa Tengah,’ ungkap Syahnaz.
Sebagian kecil dari profit Rorokenes disumbangkan kepada Pundi perempuan, dimana mereka ikut mengadvokasi korban KDRT dan pelecehan seksual. “Kami juga ikut mendirikan rumah aman untuk mereka,” katanya.
Tak hanya itu, Rorokenes berupaya mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. Menurut Syahnaz, partisipasi perempuan dalam pengambilan keputuasan dinilai sangat penting, akan tetapi kesadaran akan gender masih jauh.
“Contohnya, partisipasi perempuan di parlemen baru 25.6%, di pemerintah daerah 36.3% dan di dalam posisi manajerial baru sebesar 28.2%,” terangnya.
Selain itu, pandemi telah menambah beban pekerjaan rumah tangga dan perawatan yang tidak dibayar dan menekan perempuan keluar dari angkatan kerja. Kebanyakan perempuan menghabiskan sekitar 2.5 kali jam lebih banyak daripada pria untuk pekerjaan rumah tangga dan perawatan yang tidak dibayar.
Hal lainnnya, kekerasan terhadap perempuan bertahan pada tingkat yang sangat tinggi dan diintensifkan oleh pandemi. “Sebanyak 1 dari 3 perempan pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual. Setidaknya sekali seumur hidup mereka sejak usia 15 tahun,” ungkap Syahnaz.
Bahkan, sebanyak 10 juta anak mempunyai risiko pernikahan di usia anak. Selama dekade berikutnya sebagai akibat dari pandemi Covid-19. “Karena itu, sebanyak 100 juta yang diproyeksikan menjadi pengantin anak sebelum pandemi,” ujarnya.
Itu semua merupakan pekerjaan besar yang harus diselesaikan. Dan Rorokenes selaku sociopreneurship industri yang berbasis pada social preunership, berusaha untuk selalu melibatkan perempuan.
“Mereka kami sebut sebagai mirco enterpreunership.” katanya.
Bahkan Rorokenes juga menerapkan prinsip “fair price” (keadilan harga) dimana karya mereka dibayarkan secara layak.
Tak hanya itu, Rorokenes melakukan pemberdayaan atau empowement, agar para micro enterpreunership melakukan pengeluaran dengan baik dan benar.
“Untuk itu mereka harus dibekali dengan sejumlah pengetahuan, mulai dari literasi finansial dan ekonomi, literasi sosial, skil penunjang dan jaringan dan komunikasi,” tutur Syahnaz.
Literasi finansial dan ekonomi diperlukan agar para perempuan tidak menjadi korban pinjaman online. “Oleh karena itu, mereka diajarkan antara pembelanjaan yang konsumtif dan pembelanjaan yang produktif,” ungkapnya.
Khusus terkait dengan skil penunjang, Rorokenes juga memperhatikan kaum disabilitas. “Disini mereka diberikan skill dimana hasil anyamannya kami beli,” tegasnya
Setelah itu, Syahnaz berharap agar mereka bisa escalate dan membentuk jaringan sendiri, sehingga Rorokenes akan berperan sebagai partner melaui Kelompok Usaha Bersama (KUB). “Dan mereka menjadi partner Rorokens,” ungkapnya.
Ketika jejaring (network) telah dibukakan yang juga didukung oleh Bank Indonesia, Syahnaz menegaskan bahwa posisi mereka kin menjadi setara.
“Ketika kami berhasil berhasil antarkan mereka kepada pemerintah kota, kini kedudukan kami menjadi setara,” pungkasnya (Jekson Simanjuntak)