Pukul 10.00 pagi, Rabu, tanggal 9 Oktober 2013, serasa spesial bagi warga kab. Klaten, Jawa Tengah. Pasalnya radio kebanggaan warganya, radio Salma FM, menyiarkan “bincang-bincang segar” tentang layanan dasar public bagi warganya. Persepsi, yang diamanatkan jaringan masyarakat, terdiri dari; kelompok perempuan, PKK, bidan desa, BPD, dan tokoh masyarakat, berhasil membujuk radio “Salma FM” untuk memboyong peralatan siaran ke ruang pertemuannya di Jalan Jatinom km 3, Kwaren, Ngawen, guna melakukan siaran langsung.
Dengan begitu, kelompok masyarakat yang selama ini berjejaring dengannya, hadir hingga melebihi 10 orang dalam studio radio yang biasanya hanya tiga orang (itupun hanya pembicara). Dengan model begitu, yang teribat dalam siaran talk show di radio menjangkau luas, baik yang ada di dalam ruangan dan pendengar yang di luar sana.
Bincang-bincang didahului dengan paparan pak Guritno dari dinas Pendidikan kab. Klaten. Ia menegaskan bahwa murid sekolah SD hingga SMP terbebas dari biaya apapun. “Dinas pendidikan Klaten sudah memiliki SPM (standar pelayanan minimum). Sehingga tidak boleh lagi anak-anak sekolah usia SD hingga SMP tidak bersekolah. Semuanya bebas biaya alias gratis”, ungkapanya menyakinkan. “Oleh karena itu, silahkan laporkan ke kami, bila bapak dan ibu serta pendengar sekalian mendapatkan anaknya masih dikenai biaya”, lanjutnya dengan nada tinggi. Terlihat warga yang hadir – dan mungkin yang ada di rumah – senang dengan ungkapan ini. Warga pun makin antusias, saat ibu Hidayani Nurastuti, dari dinas catatan sipil memaparkan informasi penting yang berkenaan dengan status kewargaan masyarakat. Dengan merujuk perda no.18 tahun 2011, ia menyampaikan berita bahwa surat akte kelahiran di kab. Klaten gratis. Sementara biaya untuk pengurusan KTP hanya sebesar Rp 5.000 dan KK (kartu Keluarga) sejumlah Rp 2.000,-.
Para pendengar di ruang itu – mungkin yang ada di rumah juga –, sudah tidak kuat untuk mengangkat tangganya guna bertanya dan menanggapi informasi menyejukan itu. Spontan, saat penyiar radio memberikan waktu pendengar untuk bertanya, hampir setengahnya mengacungkan tangan untuk bertanya. SMS dan telpon pun banyak dikirmkan pendengar dari rumah kepada penyiar seputar layanan dasar. Karena keterbatasan waktu, sang penyiar hanya membahas pertanyaan dari peserta di ruangan studio, dengan meminta pembicara menangapinya. Ibu Endang, kader PKK, mempertanyakan uang gedung di sekolah anaknya yang masih ada. Sementara pak Bambang, tokoh pemuda dari desa Mranggen, mengeluhkan pengurusan KTP yang berbiaya RP 20.000. Lebih besar dari yang sudah diatur. Seandainya pun bila ia mengurus KTP sendiri, namun petugasnya terkadang tidak ada di tempat. Padahal ia sudah capek-capek mendatangi kantor pelayanan.
Diberondong dengan berbagi kasus dari lapangan, pak Guritno dan bu Hidayani, tetap mendasarkan argumennya dengan aturan yang ada bahwa pemda telah membebaskan biaya untuk uang gedung sekolah dan berbiaya murah untuk KTP serta gratis untuk akte kelahiran penduduk. Pendengar lain tidak puas dengan jawaban sang dinas. Diskusi berlanjut hingga melewati waktu yang sudah ditentukan penyiar radio Salma. Hingga akhirnya pejabat dinas berjanji akan menidaklanjuti laporan ini sehabis acara talk show. Di akhir acara, pejabat dinas dengan kerendahan hati, memberikan layanan call center bagi pendengar baik yang ada di ruang studio dan rumah bila menemui masalah. Bincang-bincang di radio menjadi salah satu media untuk mempertemukan warga dengan aparat pemerintah daerah dalam pemberian layanan dasar bagi warganya. Oleh karena itu, Persepsi dengan jaringannya di kab. Klaten merencanakan untuk membuat acara di radio secara regular dengan topic yang disesuikan issue terhangat. (ids)