Perkembangan dan persaingan usaha kecil dan mikro di sektor industri makanan terus mengalami peningkatan. Hal ini tentu merupakan pertanda iklim usaha yang kondusif dan baik, yang harus terus ditingkatkan agar usaha kecil-mikro memiliki daya saing tinggi di pasar nasional.
Ditengah ancaman pasar bebas yang semakin terbuka dengan berbagai produk negara asing dan mengancam pasar dalam negri, tentunya sektor usaha kecil-mikro harus diperhatikan dan didukung oleh serangkaian kebijakan yang tepat dari pemerintah. Selain itu, diperlukan juga pengembangan kemampuan usaha yang berguna dan tepat bagi para pelaku usaha kecil-mikro di Indonesia.
Secara umum pelaku usaha kecil-mikro di sektor makanan banyak didominasi oleh para perempuan usaha kecil. Maka untuk mendorong kapasitas usaha mereka, Sekretariat Nasional (Seknas) ASPPUK memandang perlunya memberikan sejumlah pelatihan pengembangan usaha bagi Perempuan Usaha Kecil (PUK) dampingan ASPPUK, dalam rangka untuk peningkatkan kualitas produksi dan strategi pemasaran yang tepat, sehingga dapat bertahan ditengah gempuran persaingan usaha. Selama ini produk-produk makanan Perempuan Usaha Kecil (PUK) banyak yang masih bertahan di pasar lokal masing-masing. Harapan kedepan, tentunya agar produk-produk usaha Kelompok Perempuan Usaha Kecil (KPUK) binaan ASPPUK dapat juga menembus pasar domestik, bila mungkin pasar internasional.
Harapan ini diwujudkan melalui serangkaian pelatihan wirausaha yang diselenggarakan oleh Sekretariat Nasional ASPPUK, dalam hal ini bekerjasama dengan lembaga Non Timber Forest Products – Exchange Program (NTFP-EP) yang berbasis di Filipina. Sejauh ini Seknas ASPPUK dan NTFP-EP telah menyelenggarakan dua kali pelatihan kewirausahaan untuk mendorong kemampuan dasar usaha bagi PUK untuk memajukan berbagai macam dan jenis usaha mereka di bidang makanan. Pelatihan pertama adalah Value Chain dan Community Enterprise Development, yang diselenggarakan pada bulan Maret 2013 lalu. Pelatihan ini diberikan alam rangka memperkuat peran LSM pendamping PUK, sebagai Business Development Service (BDS) provider untuk pengembangan usaha kecil-mikro.
Pelatihan kedua, yakni Perencanaan, Pengembangan Produksi dan Standar Kualitas Produk serta Manajemen Keuangan, yang baru saja diselenggarakan pada akhir Oktober 2013. Program ini sebagai upaya untuk mendorong dan memperkuat kapasitas wirausahaha perempuan usaha kecil dalam mengembangkan usaha dan produksinya di bidang makanan. Pelatihan ini berfokus pada aspek perencanaan bisnis yang terdiri dari berbagai komponen pelatihan, diantaranya adalah kemampuan analisa SWOT, Perencanaan dan Strategi Pemasaran, Perencanaan Produksi dan Keuangan, serta Pengelolaan SDM yang tepat guna. Program pelatihan ini melibatkan para pendamping dan perempuan usaha kecil dari beberapa daerah di Indonesia, diantaranya Pontianak, Padang, Ngawi, Sukoharjo dan Kendari.
Pelatihan yang difasilitasi oleh Pak Dodik R Nurrochmat dan Pak Tjahya, yakni peneliti dan dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB), turut memberikan kiat-kiat dan motivasi menjadi wirausaha sukses. Mereka mengajak para PUK agar terlebih dahulu mengenali produk usahanya masing-masing secara baik. Setelah itu baru kemudian dapat menentukan siapa target dan bagaimana strategi usaha efektif yang tepat bagi masing-masing mereka. Adapun industri makanan ini semuanya bersifat industri rumahan, diantaranya ada Kripik Pisang, Kripik Singkong, Kripik Kentang, Kripik Ikan dan berbagai jenis kripik lainnya. Ada juga jenis makanan basah seperti Baso, Tahu baso, Kue basah dan Bakpia. Selain itu ada juga bumbu Pecel asal Ngawi dan Abon Ikan asal Kendari. Dalam rangkaian kegiatan ini para Perempuan Usaha Kecil dan pendamping LSM juga diajak untuk melihat secara langsung produksi dan usaha dalam program Inkubator bisnis binaan kampus IPB Bogor. Dimana PUK dan dampingan LSM dapat berdiskusi dan berinteraksi langsung dengan pengusaha tersebut dalam menjalankan prinsip usahanya masing-masing.
Untuk lebih mendorong semangat dan pemahaman bagaimana cara PUK bersaing dan masuk kedalam pasar yang lebih luas, Seknas ASPPUK turut mengundang PT. Carrefour Indonesia, sebagai salah satu ritel modern besar di Indonesia. Perwakilan PT. Carrefour Indonesia, yakni Pak Arie Witjaksono, selaku Corporate Social Responsibility Manager, menjelaskan bagaimana prosedur yang harus diikuti agar usaha kecil mikro dapat masuk ke gerai –gerai Carrefour yang ada diseluruh Indonesia. Sebagai bentuk kepedulian PT. Carrefour terhadap sektor usaha kecil dan mikro, maka mereka mulai mendirikan stand Pojok Rakyat di tiap-tiap gerai Carrefour, tapi sementara ini belum lengkap ada di semua gerai Carrefour. Bila perempuan usaha kecil ASPPUK ada yang bisa menjadi pemasok atau supplier mereka, maka dapat juga mengajukan bantuan dari Bank Mega Syariah selaku partner bisnis mereka.
Kepedulian terhadap sektor usaha kecil dan mikro juga ditunjukkan oleh lembaga British Council Indonesia yang memiliki program kompetisi wirausaha berbasis sosial. Maka itu Seknas ASPPUK pun turut mengundang lembaga ini hadir dalam pelatihan ini untuk mensosialisasikan program mereka, yakni Community Entrepereneur Challenge (CEC) Wave IV. Pada dasarnya KPUK yang ternaung dalam ASPPUK secara nasional, kesemuanya adalah usaha yang berbasis komunitas, maka hal ini menarik perhatian Ibu Ari Sutanti selaku Program Manager, British Council Indonesia yang dengan senang hati berkenan hadir mensosialisasikan program mereka yang sudah memasuki tahun atau gelombang ke-4. British Council Indonesia mengundang dan mengharapkan berbagai kelompok dampingan usaha ASPPUK dapat mendaftarkan diri dalam program mereka, dimana tidak hanya merupakan sebuah kompetisi, tetapi juga akan diberikan berbagai pelatihan dan asistensi bisnis yang relevan untuk mengembangkan usaha produksi bagi setiap partisipan yang lolos seleksi.
Melalui pelaksanaan pelatihan ini, Seknas ASPPUK berharap program ini dapat membuahkan kemamapuan usaha PUK yang semakin meningkat dan berkelanjutan, serta siap menghadapi persaingan usaha. Diharapkan juga para peserta dan dampingan lembaga yang hadir akan juga dapat menyelenggarakan pelatihan serupa dengan melibatkan kelompok-kelompok dampingan dan binaan mereka di masing-masing daerah. (Maeda, Koordinator jaringan)