harianjoglosemar.com
KLATEN—Bantuan Operasional Sekolah (BOS) selama ini ternyata belum sepenuhnya meringankan beban orangtua siswa. Meski sekolah sudah mendapat BOS, ternyata wali murid masih dibebani dengan pungutan dari sekolah.
Fakta tersebut terungkap ketika 40 ibu rumah tangga yang tergabung dalam Forum Diskusi Peduli Perempuan Jatinom (FDPPJ) mengadu ke DPRD Klaten Kamis (31/3). Mereka mengadukan masalah yang mereka hadapi, termasuk tentang biaya pendidikan yang semakin mahal. Koordinator FDPPJ Endang Susilowati mengatakan, mestinya dengan adanya bantuan pendidikan dan BOS, biaya sekolah semakin ringan. Karena untuk operasional sekolah sudah ada dibantu oleh pemerintah.
“Namun yang terjadi di lapangan tidak demikian. Kami orangtua masih sangat terbebani biaya sekolah. Terutama untuk alasan beli buku pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler dan seragam sekolah,” ujar Endang saat audiensi berlangsung.
Padahal menurut Endang, orangtua siswa berharap dengan adanya dana BOS biaya sekolah lebih ringan. Hal itu justru menjadi lahan bagi pihak sekolah untuk mengada-adakan kegiatan di luar kegiatan yang didanai BOS.
“Komite sekolah selama ini masih menjadi stempel (legalitas) setiap kegiatan sekolah. Padahal mereka kan perwakilan orangtua siswa, namun nyatanya tidak menampung aspirasi kami,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Yanti Suyanti, selama mendampingi orangtua siswa, banyak keluhan muncul saat siswa akan menghadapi ujian. Dengan alasan untuk memperlancar kegiatan belajar, beragam kegiatan sudah dipersiapkan.
“Kami bukannya tidak mau mengikuti kegiatan di sekolah. Namun besarnya dana yang harus dibayar sangat membebani kami. Saya berharap Dinas Pendidikan (Disdik) dan Komisi IV dapat menindaklanjuti aspirasi yang kami sampaikan,” ujarnya.
Curhat Layaknya menjadi tempat untuk mencurahkan hati (curhat) mayoritas ibu rumah tangga menyampaikan masalah yang dibawa dari rumah. Selain biaya pendidikan ternyata ada juga tentang mahalnya biaya untuk melakukan pemeriksaan dini untuk mengecek kanker rahim.
“Kami juga mengeluhkan tentang minimnya pendanaan terhadap kegiatan pos layanan terpadu (Posyandu). Masak dalam setahun pemerintah hanya memberi anggaran Rp 50.000. Sampai di mana dana sekecil itu, kami harus rela patungan agar kegiatan berlangsung,” ujar salah seorang ibu yang aktif di Posyandu, Sugiyarni.
Mendapat keluhan dari para ibu-ibu tersebut, Komisi IV berjanji akan membicarakan masalah tersebut ke instansi terkait. Yakni, Disdik serta Dinas Kesehatan (Dinkes) serta Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB).
“Kami akan segera mengadakan koordinasi untuk membahas masalah ini. Yang jelas masukan dari ibu-ibu menjadi bagian dari pengawasan yang dilakukan masyarakat terhadap program pemerintah,” ujar Ketua Komisi IV Yoga Hardaya. William Adiputra JT