Peragaan Tenun Ikat di Pekan Mode New York

DESAINER Yurita Puji memperagakan koleksi busananya yang terbuat dari tenun pewarna alam di panggung Nolcha, New York, Jumat (8/9) lalu.

Peragaan yang menampilkan 10 koleksi ini disponsori Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan dan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro (ASPPUK). Koleksi yang ditampilkan Yurita merupakan produk tenun ikat pewarnaan alami Dayak iban dan embaloh, Kapuas Hulu Kalbar, noken Papua, tenun NTT, dan songket. Trofical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan merupakan konservasi tanaman pewarna alami endemik yang dilakukan masyarakat di Kapuas Hulu.

“Tampilnya produk tenun ikat pewarnaan alami di panggung New York Fashion Week (NYFW) ini adalah bukti apresiasi dunia terhadap produk ramah lingkungan dan kerja pemberdayaan dari komunitas perempuan akar rumput yang tetap memelihara lingkungan sebagai bagian dari cara melestarikan dan melanjutkan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya mereka,” kata Mia Ariyana, Direktur Eksekutif Asosiasi Pemberdayaan Perempuan Usaha Kecil Mikro (ASPPUK).

Dewi Puspa Liman, Direktur program TFCA Kalimantan Yayasan Kehati, mengatakan, ikut dalam peragaan NYFW 2017 merupakan pengalaman pertama program TFCA Kalimantan dalam mengampanyekan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK). “Harapan ke depan, lebih banyak produk HHBK yang dapat dipromosikan ke level internasional untuk membuka akses pasar yang ramah lingkungan,” kata Dewi. Dalam koleksi yang ditampilkan, terlihat Yurita Puji memadukan tenun ramah lingkungan dengan beragam elemen tekstil, seperti lace dan satin. Koleksi tenun yang bernuansa cokelat dan marun ini dihasilkan dari tanaman engkerbai.

“Di ke-10 koleksi yang ditampilkan, saya menggunakan 6 tenun Kapuas, 1 noken, 1 songket, dan 2 tenun NTT. Tenun NTT merupakan support dari Dekranas dan House of Shiloh,” kata Yurita. Koleksi tenun diolah dalam beragam desain, di antaranya cardigan nuansa cokelat muda tanpa lengan yang pada bagian bawahnya terlihat tetap natural dengan rumbai-rumbai benang hasil tenunan. Cardigan terlihat tampil manis dipadankan gaun berwarna senada. Lalu, ada juga koleksi yang dihadirkan dalam tenun dengan dominasi warna marun. Di antara koleksi warna marun yang hadir, tampil koleksi gaun dengan model bustier yang dipercantik dengan peplum.

Koleksi ini terlihat anggun dengan penggabungan antara kain tenun dan satin. “Yurita Puji adalah desainer yang memiliki perhatian besar terhadap lingkungan dan budaya Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan visi TFCA Kalimantan dan ASPPUK dalam melestarikan kebudayaan tenun sebagai bagian dari nilai seni dan tradisi masyarakat Dayak Iban dan Embaloh di Kapuas Hulu. Untuk bahan pewarna alami tenun, masyarakat melakukan konservasi tanaman pewarna endemik,” ujar Mia. Program TFCA bertujuan meningkatkan konservasi keanekaragaman hayati dan ekonomi masyarakat di sekitar hutan.

Program ini membantu masyarakat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, beradaptasi menjawab potensi sumber daya alam, tuntutan perkembangan zaman, dan pembangunan masyarakat modern. Sedangkan, program ASPPUK adalah program pewarna alam yang membantu melestarikan kebudayaan tenun sebagai bagian dari nilai seni dan tradisi masyarakat Dayak. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan, masyarakat diberikan peluang mengembangkan ragam warna produk tenun yang tidak hanya terbatas dengan warna dasar yang mereka ketahui.

Dengan pewarna alam dan tenun, masyarakat juga diberikan peluang pengembangan ekonomi keluarga mereka dengan mendapatkan nilai tambah dari penjualan produk tenun dan pewarna alam. “Peragaan di New York Fashion Week ini dikemas oleh Gallery of Indonesia. Untuk aksesori sebagai pendukung penampilan, saya gunakan koleksi Ms Mysa Accessories,” ujar Yurita Puji.

Sumber: koran-sindo.com.