SHNet, JAKARTA – Keanekaragaman bahan pangan lokal adalah salah satu ciri dan kekuatan Indonesia. Ribuan pulau, ratusan suku dan budaya memiliki bahan pangan lokal masing-masing.
Setidaknya menurut data Kementerian Pertanian dalam Road Map Diversifikasi pangan lokal 2020-2024, terdapat 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu-bumbuan yang dimiliki Indonesia.
Uniknya lagi, di setiap keanekaragaman bahan pangan lokal itu mengandung kearifan lokal serta praktek terbaik dalam system pangan. Sangat berwarna-warni yang membuat kehidupan di nusantara makin nyaman.
Umbi jalar, tales, jagung, sukun, sagu, sorgum, singkong, adalah beberapa contoh pangan lokal. Umbi jalar juga masih sangat macam ragam. Umbi cilembu, umbi merah dan sebagainya yang di berbagai daerah punya kekhasan rasa dan bahkan khasiat masing-masing. Demikian juga ada tales bogor, tales pontianak, tales padang, tales belitung. Pisang ambon, pisang raja, pisang sere, pisang raja, pisang kapok, pisang mas, pisang seribu, pisang genderuwo dan sebagainya. Begitu juga dengan kentang, kacang-kacangan, buah-buahan dan juga sayur-sayuran.
Mencintai dan mengkonsumsi pangan lokal, selain sehat dan bergizi, juga adil, lestari mencintai bangsa yang sangat plural ini. Semangat melestarikan berbagai macam pangan lokal adalah andil yang besar untuk menjaga keutuhan NKRI. Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, juga telah mengamanatkan upaya diversifikasi pangan lokal. Sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Konsorsium Pangan Bijak Nusantara yang terdiri dari lima lembaga, yaitu Hivos, Yayasan WWF Indonesia, NTFP-EP Indonesia, ASPPUK dan AMAN, didanai oleh Uni Eropa melalui program SWITCH-Asia dalam proyek “Local Harvest: Promoting sustainable and equitable consumption and local food systems in Indonesia”, Rabu, 10 Februari 2021, menyelenggarakan Festival Pangan Bijak Nusantara secara virtual. Acara ini diselenggarakan atas kerjasama dengan Perusahaan Umum Produksi Film Negara (Perum PFN).
Festival yang mengangkat tema Pangan Bijak ini bertujuan mempromosikan keanekaragaman pangan lokal di Indonesia, kearifan lokal, sistem pangan serta tradisi budaya yang ada didalamnya, dan tetap menjaga kelestarian lingkungan yang telah dilakukan secara turun-temurun. Acara ini diharapkan dapat mendorong perubahan pola konsumsi pangan masyarakat, terutama kepada generasi muda, ke arah pangan lokal, sehat, adil dan lestari.
“Uni Eropa dan Indonesia bekerjasama mempromosikan konsumsi dan produksi pangan yang lokal, lestari, adil, dan sehat dalam rangka pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs). Acara ini membuka mata kita pada kekayaan dan keragaman sistem pangan, kearifan lokal dan tradisi kuliner di Indonesia dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran untuk mengkonsumsi pangan yang lebih bijak,” kata Hans Farnhammer, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam.
Direktur Produksi Perum Produksi Film Negara (PFN), Sutjiati Eka Tjandrasari, mengatakan, Indonesia sangat kaya dengan pangan lokal yang tersebar di puluhan ribu pulau dan ratusan suku di Indonesia. Setiap pangan lokal tak hanya memiliki kandungan gizi yang sangat baik, tetapi juga memiliki nilai dan kearifan lokal dalam hal cara menjaga dan memelihara lingkungannya.
“Berbagai pangan lokal ini, yang potensinya sangat luar biasa, perlu terus digelorakan agar semakin dicintai oleh generasi muda. Tidak saja karena citra rasa yang khas dan unik, juga lezat dan renyah, tetapi lebih dari itu, adalah mengenai kearifan lokal, budaya, nilai dan tradisi yang menyertainya, “kata Tjandra.
Pada festival kali ini, empat provinsi berkesempatan untuk pangan dan kearifan lokalnya, yakni Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Riau, dan Sulawesi Selatan. Keempat provinsi tersebut merupakan lokasi pendampingan anggota konsorsium Pangan Bijak Nusantara, yaitu Yayasan WWF Indonesia (Kabupaten Nunukan dan Malinau – Kalimantan Utara), ASPPUK (Kabupaten Kolaka – Sulawesi Tenggara), NTFP-EP Indonesia (Kabupaten Kepulauan Meranti – Riau) dan AMAN (Kabupaten Enrekang – Sulawesi Selatan).
Festival ini juga menampilkan berbagai narasumber dari perwakilan pemerintah daerah, akademisi, masyarakat adat, produsen dan juga mewakili yang mewakili pelaku sistem pangan Indonesia. Memilih pangan yang bijak, yaitu pangan yang lestari untuk lingkungan, adil untuk petani dan bumi, sehat untuk konsumen dan varietas lokal, dapat membantu keberlangsungan bumi dan ekosistem.
Festival ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk masyarakat agar dapat memilih secara bijak pangan yang mereka konsumsi dan dihasilkan dengan proses produksi yang berkelanjutan. (vy)
Sumber berita: https://sinarharapan.net/2021/02/anda-makin-bijak-dengan-menkonsumsi-pangan-lokal/