Perubahan Iklim dan Perempuan Usaha Kecil

Perubahan Iklim dan Bahan Baku

Musim semakin sulit untuk diprediksi oleh petani maupun nelayan, di banyak lokasi sumber air tawar semakin berkurang. Pusat krisis Kemenkes RI melaporkan bencana kekeringan serempak selama bulan Juli hingga November 2023, dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, hingga Papua.

Foto: kekeringan Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan 22 Sep 23, pusat krisis Kemenkes RI.

Kekeringan akibat perubahan iklim beresiko, setiap daerah akan kehilangan pengetahuan tentang menyimpan dan mengolah pangan lokal, kehilangan pengetahuan tentang obat-obatan dari alam.

Penelitian FAO menunjukan Indonesia akan merasakan dampak ekonomi yang paling buruk akibat kekeringan dan banjir, karena pengaruhnya yang besar terhadap penurunan produksi pangan dan kapasitas produksi pertanian. Salah satu prediksinya Pulau Jawa akan mengalami penurunan produksi 5% pada 2025 dan 10% pada 2050 mendatang.

Perubahan iklim tidak hanya berpengaruh pada komoditi pangan saja, sebagai contoh, terjadi penurunan produktivitas kopi arabika di dataran tinggi Gayo. Bulan April hingga Juni merupakan waktu berbunganya kopi, pada saat ini tanaman membutuhkan banyak air, diwaktu bersamaan, daerah ini dilanda kemarau panjang, sehingga ketersediaan air untuk tanaman kopi tidak tercukupi. Akibatnya proses pembungaan tidak sempurna kemudian berpengaruh terhadap kurangnya buah dan terjadi penurunan 30% dari waktu sebelumnya. Penurunan produksi berarti penurunan pendapatan bagi masyarakat Gayo. Menurunnya pendapatan berarti menurunnya daya beli masyarakat.

Beberapa tahun terakhir para petani mengeluhkan musim hujan dan kemarau yang sulit diprediksi sehingga mengganggu musim tanam dan hasil produksi, kemarau berkepanjangan atau musim hujan yang tidak menentu membuat siklus hidup hama lebih lama dari biasanya, sehingga merugikan para petani. Untuk menyiasati, tidak jarang petani menggunakan bahan kimia.

Penggunaan pestisida memperparah dampak akibat perubahan iklim, bahan kimia beracun menyebabkan matinya milyaran mikro organisme dalam tanah, sehingga proses pelapukan material organik juga terhambat, ini menyebabkan kesuburan tanah menurun dari waktu kewaktu. Tidak heran produk panen hasil pertanian dan perkebunan ikut mengalami penurunan kualitas rasa dan kandungan gizi.

Perubahan Iklim dan Perempuan Usaha Kecil Mikro

Produk dari UMKM dapat dikelompokan menjadi kuliner, fashion, dan agribisnis, ketiganya menggantungkan bahan baku dari pertanian, perkebunan atau perikanan.

Terdapat hubungan antara kualitas produk UMKM dan kualitas bahan baku yang digunakan. Studi menunjukkan bahwa pada tanaman pangan tertentu ditanam dalam keadaan karbon dioksida atmosfer yang tinggi, mereka kehilangan beberapa nutrisi penting bagi mereka. Penggunaan bahan baku berkualitas akan menghasilkan produk UMKM yang berkualitas, dalam prinsip ekonomi, ketika bahan baku berkualitas melimpah, maka harga belinya relatif murah, sehingga biaya produksi bisa lebih rendah, potensi kuntungan pengusaha juga meningkat. Pada kondisi ideal ini produk-produk yang beredar dimasyarakat akan dipenuhi produk berkulitas dengan harga terjangkau.

Hal sebaliknya juga akan terjadi ketika kelangkaan bahan baku karena produksi pertanian (juga perkebunan dan perikanan) yang menurun, penyebabnya lahan yang semakin tidak subur, ketersediaan air kurang, karena kemarau panjang dan banjir akibat perubahan iklim.

Produk yang beredar akan menjadi mahal dengan kualitas yang menurun. Bahan mentah jadi lebih mahal, mengakibatkan potensi penurunan jumlah konsumen.

Kita banyak temukan kuliner lokal yang semakin langka, produk makanan semakin mahal, dengan ukuran semakin mengecil dan rasa yang tidak seenak dahulu.

Perempuan Usaha Kecil dan Mikro (PUK) kurang inovatif karena memiliki kecenderungan orientasi menjalankan usaha demi kelangsungan hidup karena dorongan kebutuhan, hal ini yang mendasari tidak banyak PUK mampu naik kelas, dan tetap berada diskala mikro dan kecil. Pelaku usaha Perempuan cenderung minim informasi, sulit (atau tidak bisa) mengakses jejaring dan memiliki kemampuan daya tawar rendah (UNCTAD 2018), hal ini meningkatkan resiko PUK ketika terjadi gangguan pasokan bahan baku untuk usahanya (akibat perubahan iklim).

Perempuan Usaha Kecil Mikro yang Tangguh Iklim

UMKM di Indonesia dikelola sebagian besar oleh Perempuan, angkanya mencapai 37 juta atau 64,5 persennya, proyeksi di tahun 2025 memiliki total nilai sebesar USD 135 miliar. Dengan potensi SDM yang terlibat dan potensi sumbangsih terhadap PDB, dukungan terhadap PUK masih perlu ditingkatkan, terutama dalam (1)ranah pemampuan pengetahuan dan kesehatan, (2)ranah kemudahan akses sumber daya dan peluang, (3)ranah keamanan mengacu pada kerentanan terhadap kekerasan dan konflik (UNCTAD 2021).

Dengan jumlahnya yang paling banyak sekaligus paling beresiko terhadap perubahan iklim, menjadikan Perempuan Usaha Kecil mikro (PUK) sasaran mitigasi perubahan iklim yang strategis secara nasional.

Praktek bisnis ramah lingkungan dengan orientasi keuntungan ekonomi (Profit), memberdayakan masyarakat sekitar (People) sekaligus menjaga kelestarian lingkungan (Planet), sudah selayaknya menjadi acuan setiap pelaku usaha. Prinsip bisnis 3P menjadi nilai yang harus dimunculkan, bahkan dari tahap perencanaan bisnis. Pemerintah, lembaga masyarakat sipil, komunitas dan media dapat mendukung pengarusutamaan praktik tersebut. Meskipun konsumen di Indonesia mulai sadar pentingnya membeli produk ramah lingkungan, namun usaha-usaha edukasi dan kampanye pro-produk lokal ramah lingkungan tetap harus dilakukan secara kreatif dan menjangkau semua lapisan masyarakat.

Bagi pemerintah dan asosiasi pengusaha sebagai aktor pendukung atau penyangga dalam ekosistem usaha di Indonesia, dapat memberikan semacam insentif bagi pengusaha yang terbukti melakukan praktik bisnis ramah lingkungan (3P), bentuknya bisa berupa pengurangan pajak, pelatihan manajemen usaha, akses terhadap teknologi, akses terhadap jejaring bisnis, pengakuan industri, jaminan distribusi bahan baku, dst. Untuk supaya mengajak lebih banyak lagi pelaku usaha untuk menjalankan praktik bisnis ramah lingkungan, sebagai respon mitigasi perubahan iklim.

Referensi

  • UNCTAD (2021) Melihat hubungan perdagangan dan gender dan perspektif pembangunan. Geneva.
  • Dipta, V., Iseu, N., Keisha, R., Rama, W., Tri, N., Yatti, S., Zahra, T. (2023) DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DI INDONESIA DEMI TERCAPAINYA TUJUAN SDGs. Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia.
  • UNCTAD (September 2022) ASEAN Investment Report. Indonesia.
  • http://pojokiklim.menlhk.go.id/read/dampak-perubahan-iklim-berkaitan-dengan-produksi-pengolahan-pangan-lokal-dan-perempuan
  • https://pusatkrisis.kemkes.go.id/Kekeringan-di-OGAN-KOMERING-ULU-SUMATERA-SELATAN-22-09-2023-93
  • https://pusatkrisis.kemkes.go.id/Kekeringan-di-BANJAR-KALIMANTAN-SELATAN-13-09-2023-51
  • https://www.kompas.id/baca/riset/2023/09/28/bencana-kekeringan-yang-makin-meluas-di-indonesia
  • https://pusatkrisis.kemkes.go.id/Kekeringan-di-KONAWE-SULAWESI-TENGGARA-01-10-2023-83
  • https://pusatkrisis.kemkes.go.id/Kekeringan-di-SUMBAWA-BARAT-NUSA-TENGGARA-BARAT-01-11-2023-32
  • https://www.kompas.id/baca/riset/2023/09/28/bencana-kekeringan-yang-makin-meluas-di-indonesia
  • https://infopublik.id/kategori/cerita-khas/508469/dampak-perubahan-iklim-global-terhadap-pertanian-dan-ketahanan-pangan